Bagikan:

JAKARTA - Kepala dinas keamanan Inggris mengatakan pada Hari Kamis, dirinya sangat menyesal lantaran mata-matanya telah melewatkan kesempatan signifikan untuk mencegah bom bunuh diri yang mematikan di akhir konser Ariana Grande di Manchester.

Dua puluh dua orang meninggal, yang termuda berusia delapan tahun, dan lebih dari 200 orang terluka ketika seorang pria meledakkan bom buatan sendiri di Manchester Arena, Inggris utara tahun 2017.

John Saunders, ketua penyelidikan publik tentang tragedi itu mengatakan, dia tidak bisa mengatakan dengan pasti bahwa pemboman itu bisa dihentikan, tetapi "ada kemungkinan realistis, ada informasi intelijen yang bisa ditindaklanjuti untuk mencegah penyerangan tersebut terjadi.

Dia mengatakan, agen mata-mata dalam negeri MI5, di mana para perwiranya dia tanyai dalam sesi pribadi, telah gagal bertindak cukup cepat.

Saunders berbicara setelah publikasi laporan ketiga dan terakhirnya tentang pemboman, yang paling mematikan di Inggris sejak serangan bunuh diri Transportasi London 2005.

terkait itu, Ken McCallum, direktur jenderal MI5 mengatakan dia "sangat menyesal" bahwa agensinya tidak mencegah serangan itu.

"Mengumpulkan intelijen rahasia itu sulit, tetapi seandainya kami berhasil memanfaatkan peluang tipis yang kami miliki, mereka yang terkena dampak mungkin tidak mengalami kerugian dan trauma yang mengerikan seperti itu," katanya dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 3 Maret.

Saunders mengatakan kepada sebuah konferensi media, ada "kesempatan yang terlewatkan yang signifikan untuk mengambil tindakan yang mungkin telah mencegah serangan itu."

Dia mengatakan tidak dapat memberikan rincian karena masalah keamanan nasional, meski mengakui ini mungkin membuat keluarga korban ingin tahu lebih banyak.

Richard Scorer, seorang pengacara untuk 11 keluarga yang berduka, mengatakan laporan Saunders telah mengungkapkan kegagalan yang "tidak dapat diterima".

"Paling tidak, kemungkinan nyata untuk mencegah serangan ini hilang. Ini adalah kesimpulan yang menghancurkan bagi kami," katanya.

Pelaku pemboman, Salman Abedi yang berusia 22 tahun, telah diketahui oleh Badan Keamanan sejak 2014, saat mengunjungi seorang militan yang dipenjara dan berpengaruh, seharusnya dirujuk ke program de-radikalisasi, kata Saunders.

Sementara adik laki-laki Abedi, Hashem dipenjara selama 55 tahun pada tahun 2020 karena mendukung dan membantunya, sedangkan salah satu kakaknya, Ismail, dihukum karena tidak menghadiri penyelidikan, setelah melarikan diri dari Inggris.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Suella Braverman mengatakan dia akan bekerja dengan agensi dan polisi untuk "melakukan segala yang mungkin untuk mencegah pengulangan serangan mengerikan ini."

Dua laporan Saunders sebelumnya juga menyoroti kekurangan dan kesalahan lain yang dibuat, baik dalam keamanan di venue dan respons oleh layanan darurat, mengatakan seorang korban mungkin akan selamat seandainya tidak begitu cacat.

Kerabat beberapa korban mengatakan mereka tidak akan pernah bisa memaafkan mereka yang telah mengecewakan orang yang mereka cintai.

"Dari atas ke bawah, MI5 hingga rekan pelaku, kami akan selalu percaya bahwa Anda semua berperan dalam pembunuhan anak-anak kami," tutur Caroline Curry, ibu dari seorang remaja laki-laki yang meninggal bersama kekasihnya.

"Begitu banyak orang dibayar malam itu untuk melindungi anak-anak kita, namun begitu banyak yang gagal dalam tugas mereka," getirnya.