Bagikan:

MATARAM - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek penambahan Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Lombok Utara Tahun 2019 karena unsur kerugian negara tak terpenuhi.

Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati membenarkan perihal penghentian perkara korupsi yang menyeret 5 tersangka dengan salah seorang di antaranya Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF.

"Iya, jadi, perkara korupsi IGD RSUD Lombok Utara sudah kami hentikan. Sudah ada surat perintah penghentian penyidikan (SP3)," kata Ely dilansir ANTARA, Jumat, 3 Maret.

Dia menyampaikan pertimbangan kejaksaan menghentikan penanganan perkara tersebut karena unsur-unsur sangkaan pasal pidana kepada para tersangka, khususnya persoalan kerugian negara tidak terpenuhi.

"Jadi, hasil audit kedua itu tidak ada kerugian negara," ujarnya.

Ely mengakui hasil audit kedua yang merilis tidak ada kerugian negara tersebut terungkap dari hasil penghitungan ulang dari Inspektorat Nusa Tenggara Barat.

Untuk audit pertama dilaksanakan Inspektorat Lombok Utara dengan temuan kerugian negara sedikitnya Rp700 juta yang kemudian dianulir kembali menjadi Rp242 juta. Kerugian itu tercatat muncul dari adanya pengadaan item barang material lantai granit yang dianggap tidak masuk dalam pekerjaan.

"Jadi, awalnya tidak diakui ada pekerjaan granit, namun setelah diprotes, yang kedua dicek, ternyata granitnya ada dan sekarang sudah terpasang. Teman-teman penyidik sudah mengecek kembali ke lapangan, ternyata itu (granit) sudah dipasang," ucap dia.

Proyek dengan nama Pekerjaan Penambahan Ruang IGD RSUD Lombok Utara ini dikerjakan PT Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara Tahun 2019.

Dugaan korupsi muncul setelah pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara.

Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu muncul dari dugaan tersebut.

Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF saat mengemban jabatan Staf Ahli Konsultan Pengawas Proyek CV Indo Mulya Consultant.

DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV Indo Mulya Consultant berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa Direktur PT Batara Guru Group berinisial MF.