JAKARTA - Kementerian Sosial (Kemensos) mengaku bakal mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual di Cianjur yang dialami perempuan berinisial S. Untuk saat ini, S sudah diberikan pendampingan untuk pemeriksaan medis dan psikologis untuk pemulihan atau trauma healing.
Kepala Sentra Terpadu Inten Soeweno (STIS) Cibinong MO Royani mengatakan, asesmen komprehensif itu menindaklanjuti arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
S pun telah diperiksa hansilnya dinyatakan negatif dari HIV/AIDS atau penyakit menular seksual (PMS) lainnya. Kondisi kejiwaan perempuan 20 tahun itu juga dinyatakan baik, hanya ada kecemasan ringan.
"Sejak 23 Februari 2023, S sudah berada di STIS untuk mendapatkan layanan residential. Para pendamping juga memberikan pelatihan vokasional menjahit," kata Royani dalam keterangan tertulis, Senin 27 Februari, disitat Antara.
Langkah STIS sejalan dengan anjuran dokter agar S mendapatkan pendampingan psikososial yang intensif dan perlu dilatih untuk belajar keterampilan baru sebagai bekal masa depannya.
Kemensos juga memberikan bantuan ATENSI berupa sandang dan peralatan kebersihan diri Rp1.810.000, menanggung biaya pemeriksaan medis, obat dan laboratorium Rp1.075.590.
"Untuk ibu Eti (ibunda S) diberikan bantuan ATENSI berupa kebutuhan dasar Rp 976.500, tambahan modal usaha warung Rp 3.460.000, dan perlengkapan rumah tangga (kasur 160, bantal guling, lemari pakaian, kipas angin, rak piring, kompor gas dan regulator) sebesar Rp4.000.000," ujar Royani.
BACA JUGA:
Keluarga S belum terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan belum mempunyai BPJS PBI. Tim Kemensos melakukan koordinasi dengan Aparat Desa dan Dinas Sosial untuk pembaruan KK dan mengusulkan ke DTKS untuk mendapatkan BPJS PBI dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
S merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya saat dia berusia 16 tahun – 18 tahun (tahun 2018 sampai 2020). Saat ini pelaku (D alias R) sudah ditahan dan kasus masih dalam tahap penyidikan Unit PPA Polres Cianjur. Ibunya petani dan ayahnya buruh.
BACA JUGA:
S dibesarkan di lingkungan keluarga yang tidak utuh. Orang tuanya bercerai tahun 2003 (S berusia 6 bulan), selanjutnya ia diasuh kerabat ayahnya. Duduk di kelas 1 SMP, orangtua angkatnya bercerai dan pengasuhan S dikembalikan kepada ayah kandungnya. S tidak melanjutkan sekolah karena harus membantu ayahnya mengurus neneknya yang sakit stroke.
Tahun 2018 saat S berusia 16 tahun, dia pertama kali mengalami kekerasan seksual dari ayah kandungnya dari bulan April 2018 sampai November 2020. Dia tidak mampu melawan karena diancam dengan senjata tajam. Dia ingin pindah ke rumah ibu kandungnya, namun tidak tega harus meninggalkan neneknya yang sedang sakit. Ayahnya juga membatasi pergaulan dan melarang S menginap di rumah ibu kandungnya.
Tanggal 13 Januari 2023, keluarga membuat laporan polisi dan pelaku ditangkap 16 Januari 2023. Pelaku dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara ditambah sepertiga hukuman karena pelaku adalah keluarga yang seharusnya melindungi.