JAKARTA - Majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara 10 bulan dan denda Rp10 juta kepada terdakwa Arif Rachman Arifin di kasus obstruction of justice. Vonis itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) karena ada beberapa pertimbangan.
Untuk pertimbangan meringankan, majelis hakim memiliki tiga catatan. Mulai dari Arif Rachman Arifin yang memiliki tanggungan keluarga hingga bersikap sopan selama proses persidangan.
"Terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, terdakwa bersikap sopan dan bersikap kooperatif sehingga membuat pengungkapan peristiwa penembakan Brigadir Yoshua Hutabarat menjadi terang," ucap Hakim Anggota Hendra Yuristiawan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 23 Februari.
Sementara hanya ada satu pertimbangan bagi Arif Rachman Arifin. Tindaknya dalam merusak barang bukti berupa laptop yang menyjmpan salinan DVR CCTV dianggap tak mencerminankan profesionalisme seorang anggota Polri.
"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan azaz profesionalisme yang berlaku sebagai anggota kepolisian Republik Indonesia," sebutnya
Dengan pertimbangan itu, majelis hakim menyakini bila vonis yang dijatuhkan kepada Arif Rachman Arifin telah adil bagi semua pihak.
"Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa di bawah ini dipandang telah cukup memenuhi rasa keadilan dan setimpal dengan keadaan perbuatan terdakwa," kata Hakim Hendra.
BACA JUGA:
Vonis dari majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, sebelumnya Arif Rachman dituntut satu tahun penjara dan denda Rp10 juta.
Tindakannya melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.