Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto memberikan intruksi kepada seluruh pemerintah daerah di wilayah Jawa dan Bali untuk memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Arahan tersebut rencananya akan dilakukan mulai tanggal 11 hingga 25 Januari 2021.

Adapun, dasar kebijakan tersebut mengacu pada data tingkat kematian di kedua wilayah ini yang mencapai 3 persen atau di atas rata-rata nasional. Selain itu, dari tingkat kesembuhan pun cukup mengkhawatirkan, yakni dibawah rata-rata nasional kurang dari 82 persen.

"Provinsi, kabupaten atau kota yang memenuhi salah satu dari kriteria ini nanti kepala daerahnya akan membuat aturan yang mengakomodir pengetatan PSBB sesuai dengan tingkat masing-masing,” ujar Airlangga seperti yang diberitakan VOI pada Rabu, 6 Januari.

Meski demikian, birokrat yang juga memangku jabatan sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menegaskan PSBB terbaru ini tidak untuk seluruh wilayah.

"Saya ingin menegaskan bahwa ini bukan seluruh Jawa dan Bali. Tetapi penanganan secara mikro di kabupaten atau kota," jelas dia.

Lantas, berapa potensi ekonomi yang mungkin tersendat dari pemberlakuan lockdown secara wilayah ini?

Mengutip data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada April 2020, nilai produk domestik regional bruto (PDRB) di Pulau Jawa pada sepanjang 2019 mencapai Rp9.487 triliun.

Angka tersebut berkontribusi 59 persen dari seluruh pembentukan PDB nasional yang berjumlah Rp16.079 triliun.

Adapun, kekuatan utama ekonomi pembentuk PDRB di Jawa disokong oleh sektor industri pengolahan dan pertanian. Disusul kemudian perdagangan, konstruksi dan pertambangan.

Sementara itu PDRB Provinsi Bali pada periode yang sama sebesar Rp252 triliun atau sekitar 1,5 persen secara nasional. Beberapa sektor ekonomi yang paling berpengaruh di Pulau Dewata antara lain akomodasi (pariwisata) serta penyediaan makanan dan minuman.