Bagikan:

JAKARTA – PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) tengah mendapat sorotan ketika diketahui menjadi lembaga jasa keuangan tempat Front Pembela Islam (FPI) mengendapkan dananya. Dalam keterangan resminya, bank dengan ticker emiten BBCA tersebut menyebut bahwa aktivitas keuangan FPI di perseroan telah dibekukan.

“Mengacu pada permohonan dari otoritas yang berwenang, BCA telah melakukan penghentian sementara transaksi atas rekening nasabah yang bersangkutan di BCA," kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn seperti yang diberitakan pada Selasa, 5 Januari.

Belakangan didapati bahwa nilai rekening dari organisasi pimpinan Rizieq Shihab itu berjumlah sekitar Rp1,5 miliar. VOI kemudian mencoba mengkonfirmasi lebih lanjut kepada Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja soal langkah pembekuan rekening yang dimaksud.

Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban resmi dari bos bank kategori BUKU IV tersebut.

Redaksi menelisik siapa pemilik BCA. Dari data yang dihimpun, informasi mengerucut pada nama Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono. Kedua taipan ini merupakan kakak beradik yang juga tercatat sebagai pemilik usaha usaha rokok paling besar keempat di Indonesia melalui merek dagang Djarum Super.

Hartono bersaudara mengenggam BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan dengan porsi 54,95 persen. PT Dwimuria Investama sendiri masuk ke BCA pada masa krisis moneter 1998 setelah mencaplok saham milik Salim Grup yang saat itu menjadi pengendali perseroan.

Adapun, PT Dwimuria Investama tercatat dipunya oleh Robert Hartono dengan porsi 51 persen dan Bambang Hartono sebesar 49 persen.

Dari hasil ‘rencana keuangannya’ di BCA, klan Hartono berhasil meraup pemasukan sebesar Rp7,51 triliun atas kegiatan usaha yang dilakukan Bank Central Asia selama periode 2019.

Nilai tersebut mencuat dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setelah seluruh shareholder setuju untuk membagikan deviden tunai 47,9 persen dari laba bersih BBCA tahun buku 2019 yang berjumlah Rp 28,6 triliun.

Keuntungan Rp7,51 triliun dari BCA jelas membuat kantong Hartono bersaudara semakin tebal. Hal tersebut semakin melengkapi bisnis utama keluarga yang menggarap sektor industri tembakau, yakni Djarum Super.

Cukup sulit untuk bisa menakar berapa pendapatan dan laba bersih perusahaan rokok asal Kudus, Jawa Tengah ini. Pasalnya, Djarum belum tercatat sebagai perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, sehingga tidak ada kewajiban untuk membuka laporan keuangan kepada publik.

Meski demikian, sebuah data menyebutkan bahwa perusahaan ini bisa menjual hingga 58,8 miliar batang rokok dalam setahun. Artinya, apabila satu batang rokok berharga Rp1.000, maka pendapatan kotor yang diterima sekitar Rp58,8 triliun.

Lalu, jika menggunakan perhitungan margin rata-rata pelaku usaha dengan ketentuan laba 30 persen dari harga jual, diperkirakan dua orang bersaudara itu bisa meraup cuan Rp17,6 triliun dalam satu tahun.

Di sisi lain, berdasarkan data Forbes Asia yang dilansir pada Desember 2020 terungkap bahwa kakak-beradik itu memiliki total harta sebesar 38,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp548,2 triliun!

Guna mendapat gambaran tentang seberapa banyak kekayaan Hartono bersaudara, analogi sederhana yang digunakan adalah dengan membandingkan harga vaksin COVID-19 yang rencananya dijual pemerintah.

Sebagai contoh, harga vaksin dibandrol dengan nilai Rp200 ribu untuk satu dosis. Setiap orang setidaknya membutuhkan dua dosis vaksin agar bisa dianggap cukup kebal terhadap serangan pandemi COVID-19. Ini berarti setiap orang membutuhkan biaya paling tidak Rp400 ribu untuk proses vaksinasi.

Maka apabila menggunakan asumsi keuntungan keluarga Hartono di BCA pada periode 2019 senilai Rp7,51 triliun, maka dana tersebut cukup untuk memvaksin 18,7 juta orang.

Selanjutnya, jika mengacu pada rata-rata keuntungan penjualan rokok Djarum setiap tahun yang sebesar Rp17,6 triliun, maka uang ini bisa digunakan untuk memvaksin 44 juta orang.

Terakhir, apabila seluruh kekayaan klan Hartono yang senilai Rp548,2 triliun dikuras, maka cukup untuk membiayai vaksin 1,3 miliar orang!

Infografis oleh Raga