Bagikan:

BOGOR - Polresta Bogor menetapkan 4 tersangka dalam kasus korupsi pembangunan gedung Rumah Sakit (RS) Marzoeki Mahdi Bogor yang menelan anggaran sebesar Rp6,7 miliar.

Dari 4 orang yang ditetapkan jadi tersangka karena sudah merugikan anggaran negara senilai Rp1,6 Miliar itu, 2 diantaranya diketahui sudah meninggal dunia dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

Hal itu diketahui saat Polresta Bogor Kota menggelar press release pengungkapan kasus tindak pidana korupsi di Mako Polresta Bogor Kota pada Selasa, 21 Februari 2023.

Kapolres Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso menuturkan, terungkapnya kasus korupsi ini bermula saat jajaran Polresta Bogor Kota mendapatkan aduan dari beberapa sub kontraktor yang melakukan pekerjaan pembangunan di RS Marzoeki Mahdi Bogor.

Di mana, sub kontraktor ini mengeluhkan terkait keterlambatan pembayaran atau tunggakan dalam proyek pembangunan yang dilakukan pada tahun anggaran 2017 itu.

Kemudian, aparat kepolisian melakukan penyelidikan terhadap proyek pembangunan RS Marzoeki Mahdi Bogor.

Selang berjalannya penyelidikan, petugas kepolisian berhasil menemukan fakta baru atas proyek pembangunan gedung RS Marzoeki Mahdi Bogor tersebut.

Di mana, proses tender proyek pembangunan itu dilakukan dengan menggunakan metode lelang cepat, sehingga ditetapkan PT Delbiper Cahaya Cemerlang (DCC) sebagai pemenang proyek pembangunan senilai Rp6,7 miliar.

Padahal, dalam aturan proses pengadaan Barang dan Jasa, proses tender tersebut telah terjadi penyimpangan dan tidak sesuai dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Atas temuan itu, aparat kepolisian menetapkan keempat pelaku sebagai tersangka dalam kasus pembangunan gedung RS Marzoeki Mahdi Bogor yang merugikan negara senilai Rp1,6 miliar.

Adapun keempat pelaku diantaranya, MHB selaku Ketua Pokja Pemilihan, CSW selaku PPK, ASR selaku Direktur Utama PT DCC serta SKN selaku Direktur PT DCC.

"Untuk pelaku CSW sebelum kasus ini naik ke tahap penyidikan yang bersangkutan meninggal dunia (masih tahap penyelidikan)," kata Kapolresta Bogor Kota.

"Sementara, untuk pelaku SKN saat proses penyidikan (sudah diterapkan tersangka) yang bersangkutan meninggal dunia," sambung dia.

Dilanjutkan kapolres, dalam penanganan perkara kasus korupsi pembangunan gedung RS Marzoeki Mahdi Bogor ini, ada empat modus yang disangkakan kepada empat pelaku.

Yakni, merekayasa dokumen tender untuk memenuhi kualifikasi dengan cara pinjam bendera dan SKA palsu.

Kemudian, melakukan persekongkolan antara pelaksana pekerjaan dengan PPK dan Ketua Pokja Pemilihan untuk memenangkan PT DCC sebagai pemenang tender.

Lalu, mengalihkan seluruh pekerjaan kepada pihak lain. Terakhir, hasil pekerjaan tidak memenuhi kualitas dan kuantitas sesuai dengan kontrak.

Adapun, dituturkan Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, rincian peran keempat para pelaku diantaranya, untuk pelaku CSW dan MHB berperan memenangkan PT DCC sebagai pemenang tender.

Sementara, pada faktanya ada dua anggota Pokja lain yang telah memilih perusahaan lain sebagai pemenang dalam proyek pembangunan gedung RS Marzoeki Mahdi Bogor, karena dokumen tendernya dianggap lengkap.

"PT DCC ini berhasil memenangkan tender karena dilakukan voting dengan melibatkan PPK dan Kepala ULP, sehingga 3 memilih PT DCC dan 2 (Pokja lainnya) perusahaan lain. Sehingga PT DCC ditetapkan sebagai pemenang," ucap Kapolresta Bogor Kota.

Kemudian, untuk pelaku ASR menyalahgunakan perusahaannya untuk digunakan oleh orang lain dalam mengikuti tender alias pinjam bendera.

Di mana, dari hasil pinjam bendera ini pelaku menerima fee sebesar dua persen dari nilai kontrak proyek pembangunan, yang sudah disepakati dari awal.

"Tersangka ASR menerima fee sebesar Rp75 juta dari pengguna perusahaan melalui tersangka SKN. Perbuatan Tersangka ASR mengalihkan seluruh pekerjaan kepada pihak lain," imbuh dia.

Terakhir, pelaku SKN juga disangkakan menyalahgunakan perusahaannya untuk digunakan oleh orang lain dalam mengikuti tender alias pinjam bendera.

Di mana, dari hasil pinjam bendera ini pelaku menerima fee sebesar dua persen dari nilai kontrak proyek pembangunan, yang sudah disepakati dari awal.

Kemudian, pelaku SKN juga telah menyiapkan dokumen kelengkapan tender dengan menggunakan SKA Palsu untuk memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan.

"Tersangka SKN telah menerima uang sejumlah Rp150 juta untuk biaya pinjem perusahaan, dan pembuatan dokumen tender sebesar Rp75 juta," ungkap dia.

Atas perbuatan keempat pelaku, ditambahkan Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, mereka disangkakan melanggar Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ancaman hukumannya pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun," tandas Kapolresta Bogor Kota.