Pihak Berselisih Ternyata Lembaga Pengawas Hutan, Kejati Ambil Alih Kasus Perusahaan Diduga Tanam Sawit di HPT Mukomuko
Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. (ANTARA)

Bagikan:

BENGKULU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu mengambil alih penanganan kasus perusahaan perkebunan PT Alno diduga menanam sawit tanpa izin di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I Kabupaten Mukomuko.

"Kasus PT Alno diambil alih oleh Kejati Bengkulu karena kasus ini berhubungan dengan hutan negara," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mukomuko Rudi Iskandar di Mukomuko, Bengkulu, Selasa 21 Februari, disitat Antara.

Menurutnya, Kejati Bengkulu mengambil alih kasus ini, karena pihak-pihak yang terkait dengan kasus ini, selain perusahaan yang menggarap HPT Air Ipuh I, juga lembaga yang mengawasi kawasan hutan.

"Kemungkinan ada saksi di tingkat nasional yang terkait dengan permasalahan ini untuk dimintai keterangan," ujarnya.

Selain itu, kata dia, penyidik membutuhkan saksi ahli untuk menentukan titik koordinat kawasan hutan yang diduga ditanami tanaman kelapa sawit oleh perusahaan perkebunan.

"Selanjutnya nanti terserah kejati mengarahkan apakah penanganan kasus ini ke pidana khusus atau bidang lain," katanya.

Aparat menyita alat berat diduga untuk buka jalan menuju Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I. (ANTARA-HO-Dokumen KPHP Mukomuko)

Sebelumnya penyidik Kejari Mukomuko telah memeriksa lima orang saksi terkait perkara ini, seperti kesatuan pengelolaan hutan, perusahaan, Badan Pertanahan Nasional, dan pemerintah kabupaten setempat.

"Semua pihak terkait kami minta keterangannya terkait perkara ini," ujarnya.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho sebelumnya mengatakan pihaknya telah meminta PT Alno, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang diduga menanam tanaman sawit dalam HPT Air Ipuh I untuk mengurus izin pelepasan atau pinjam pakai hutan sesuai aturan yang berlaku.

Kalau mereka tidak mengurus izin pelepasan dan pinjam pakai kawasan hutan tersebut, maka sanksinya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang sanksi administrasi perusahaan yang melakukan aktivitas dalam kawasan hutan tanpa izin, kata Aprin Sihaloho.

Ia menjelaskan seluas 200 hektare lebih lahan yang mendapatkan izin hak guna usaha (HGU) milik perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut masuk dalam kawasan hutan.

Namun dari lahan seluas 200 hektare tersebut, papar dia, seluas sekitar 30-40 hektare di antaranya telah ditanami tanaman kelapa sawit oleh perusahaan itu.