Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak kembali ke Papua sejak Januari 2023.

Padahal dia sempat kabur ke Papua Nugini selama enam bulan sejak Juli 2022 lalu ketika ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang.

"Sekitar Januari 2023, tim penyidik KPK mendapatkan informasi tersangka RHP telah masuk kembali ke wilayah Japura namun belum diperoleh informasi lokasi keberadaan DPO (daftar pencarian orang) KPK tersebut (Ricky, red)," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 20 Februari.

Kembalinya Ricky ke Papua dari Papua Nugini ini bakal dicari tahu KPK. Firli tak mau berspekulasi banyak karena proses penyidikan akan dilakukan.

"Ini masih kita dalami karena sementara ini KPK masih fokus terhadap perkara pokok yaitu suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan tersangka RHP," tegas eks Deputi Penindakan tersebut.

Sementara itu, Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu sambil berkelakar menilai Ricky pasti akan kembali pulang ke Papua. Hal inilah yang mendasari keyakinan KPK untuk menangkapnya.

"Bahwa pergi jauh kemanapun, setinggi apapun burung itu terbang tentu akan kembali ke tempat tinggalnya, sarangnya," ujarnya sambil tersenyum.

Diberitakan sebelumnya, Ricky resmi menjadi tahanan Rutan KPK Cabang Merah Putih sejak Senin, 20 Februari. Ia akhirnya menggunakan rompi oranye setelah ditangkap pada Minggu, 19 Februari.

Dalam kasus ini, dia diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.

Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.

Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.

Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.

Dari penerimaan itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi. Ada sejumlah aset yang disita mulai mobil mewah hingga apartemen.