Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto menegaskan rencana pengetatan PSBB di Jawa dan Bali tidak diterapkan di semua daerah.

"Saya ingin menegaskan bahwa ini bukan seluruh Jawa dan Bali. Tetapi penanganan secara mikro di kabupaten atau kota," kata Airlangga dalam tayangan Youtube BNPB Indonesia, Kamis, 7 Desember.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini, ada beberapa kriteria yang menentukan daerah mana saja akan dilakukan pengetatan PSBB di Pulau Jawa dan Bali mulai tanggal 11 hingga 25 Januari 2021 nanti.

Kriteria tersebut adalah tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau 3 persen, kemudian tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional, yakni di bawah 82 persen.

Selanjutnya, tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional yakni sekitar 14 persen, dan tingkat keterisian rumah sakit atau BOR untuk ICU dan isolasi yang di atas 70 persen. 

"Jadi kriterianya tingkat kematian, kesembuhan, kasus aktif, dan keterisian rumah sakit," ungkapnya.

Adapun pengetatan di Provinsi DKI Jakarta belaku di seluruh kota administratif, yakni Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu.

Di Jawa Barat, pengetatan dilakukan Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan wilayah Bandung Raya seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cimahi. 

Di Provinsi Banten berada di wilayah Tangerang Raya yakni Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan.

Di Provinsi Jawa Tengah adalah Semarang Raya, Solo Raya, dan Banyumas Raya. Di DI Yogyakarta adalah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulonprogo. 

Di Jawa Timur adalah semua wilayah Malang Raya dan Surabaya Raya. Sementara di Bali adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. 

Adapun delapan bentuk pengetatan pembatasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membatasi tempat kerja dengan WFH 75 persen dengan melakukan prokes secara ketat. 

2. Kegiatan belajar mengajar secara daring (online). 

3. Sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan menjaga protokol kesehatan secara ketat. 

4. Melakukan pembatasan terhadap jam buka dari kegiatan-kegiatan di pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00 waktu setempat. Makan dan minum di tempat makan atau restoran maksimal 25 persen. Pemesanan makanan melalui take away atau delivery tetap diizinkan. 

5. Mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

6. Mengizinkan tempat ibadah melakukan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat. 

7. Fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara. 

8. Pengaturan kapasitas dan jam operasional moda transportasi.