Bagikan:

JAKARTA - Polisi Turki mengatakan mereka telah menangkap 78 orang yang dituduh menciptakan ketakutan dan kepanikan, dengan membagikan unggahan provokatif tentang gempa bumi minggu lalu di media sosial, menambahkan 20 dari mereka ditahan dalam penahanan pra-sidang.

Korban tewas di Turki dan Suriah akibat gempa bumi yang dahsyat berkekuatan 7,8 SR telah meningkat di atas 41.000, dengan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Direktorat Jenderal Keamanan Turki mengatakan telah mengidentifikasi 613 orang yang dituduh membuat postingan provokatif, dan proses hukum telah dimulai terhadap 293 orang.

"Dari jumlah tersebut, kepala jaksa memerintahkan penangkapan 78 orang," sebut pihak direktorat seperti melansir Reuters 16 Februari.

Lebih lanjut pihak direktorat menerangkan, 46 situs web ditutup karena menjalankan penipuan phishing, mencoba mencuri sumbangan untuk korban gempa dan 15 akun media sosial yang berpura-pura sebagai lembaga resmi ditutup.

Pekan lalu Turki memblokir akses ke Twitter selama sekitar 12 jam dari Rabu sore hingga Kamis dini hari, mengutip penyebaran disinformasi, yang memicu tanggapan marah dari politisi oposisi dan orang-orang yang menggunakan platform tersebut untuk menemukan orang yang dicintai dan berbagi informasi tentang upaya penyelamatan usai gempa.

Sementara itu, Direktur Komunikasi Turki Fahrettin Altun mentweet pada Hari Senin, Turki mengalami "polusi informasi yang serius" dan pihak berwenang akan membagikan buletin harian yang mengoreksi informasi palsu.

"Dalam seminggu setelah gempa, sekitar 6.200 item informasi dan berita palsu dilaporkan ke pemerintah," kata Altun.

Oktober lalu, parlemen Turki mengadopsi undang-undang di mana jurnalis dan pengguna media sosial dapat dipenjara hingga tiga tahun karena menyebarkan "disinformasi", meningkatkan kekhawatiran di antara kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Eropa tentang kebebasan berbicara, terutama menjelang pemilihan presiden dan parlemen musim panas ini.

Partai berkuasa Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan, undang-undang diperlukan untuk mengatasi tuduhan palsu di media sosial, tidak akan membungkam oposisi. Pemerintah juga telah memblokir media sosial di masa lalu.