JAKARTA - Balon mata-mata China yang melayang melintasi Amerika Serikat pekan lalu menghadirkan tantangan keamanan bagi aliansi 30 anggota NATO serta negara-negara lain di seluruh dunia, kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
"Balon di atas Amerika Serikat menegaskan pola perilaku China, di mana kita melihat bahwa China telah banyak berinvestasi dalam kemampuan baru, termasuk berbagai jenis pengawasan dan platform intelijen,” kata Stoltenberg saat konferensi pers di Washington, DC bersama Menlu AS Antony Blinken, dikutip dari CNBC 9 Februari.
"Kita perlu menyadari risiko konstan intelijen China dan meningkatkan apa yang kita lakukan, untuk melindungi diri kita sendiri dan bereaksi dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab," katanya, seraya menambahkan bahwa negara-negara Eropa telah melihat peningkatan aktivitas intelijen China.
Pejabat AS telah lama mengeluh, perusahaan China terikat pada Republik Rakyat China dan mengumpulkan informasi sensitif atas nama Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Partai Komunis China sebelumnya mengatakan tidak terlibat dalam spionase.
Stoltenberg mengatakan, China sedang membangun kemampuan militer dan nuklirnya "tanpa transparansi apa pun."
"Mereka berusaha untuk menegaskan kendali atas Laut China Selatan dan mengancam Taiwan, mencoba untuk mengambil kendali atas infrastruktur penting, termasuk di negara-negara NATO, menekan warganya sendiri dan menginjak-injak hak asasi manusia dan memperdalam kemitraan strategisnya dengan Moskow," terang Stoltenberg.
"Jadi, sekutu NATO memiliki keprihatinan nyata yang kita diskusikan hari ini," tandasnya.
Pernyataan Stoltenberg datang saat Angkatan Laut AS dan Penjaga Pantai AS menyelesaikan operasi evakuasi balon mata-mata yang jatuh kira-kira enam mil di lepas pantai South Carolina.
Pada Hari Sabtu, Presiden AS Joe Biden memberi perintah untuk menjatuhkan balon mata-mata setinggi 200 kaki dari langit. Operasi tersebut melibatkan jet tempur F-22 untuk membuat lubang di bagian bawah balon dengan rudal sidewinder.
BACA JUGA:
Sementara itu, Menlu Blinken mengatakan komunitas intelijen AS sedang mempelajari balon tersebut, dan AS akan terus memperbarui sekutu serta negara-negara di seluruh dunia yang mungkin menjadi korban spionase China.
"Amerika Serikat bukan satu-satunya target dari program yang lebih luas ini, yang telah melanggar kedaulatan negara di lima benua," ujar Blinken.
“Dalam keterlibatan kami, kami kembali mendengar dari mitra kami bahwa dunia mengharapkan China dan Amerika Serikat untuk mengelola hubungan kami secara bertanggung jawab. Itulah tepatnya yang ingin kami lakukan. Kami terus mendesak China untuk melakukan hal yang sama," tambahnya.