Bagikan:

JAKARTA - Korea Utara memamerkan belasan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu membawa hulu ledak nuklir berukuran besar miliknya, dalam parade militer malam hari yang menandai peringatan 75 tahun berdirinya Tentara Rakyat Korea, dihadiri langsung Kim Jong-un beserta istrinya Ri Sol-ju dan sang putri Ju Ae.

Meski ada sanksi Dewan Keamanan PBB, program rudal balistik Korea Utara diketahui terus berjalan, dengan tahun lalu meluncurkan puluhan rudal canggih sekaligus menjadi rekor terbanyak dalam setahun.

"Kali ini, Kim Jong Un membiarkan kekuatan rudal taktis dan jarak jauh Korea Utara berbicara sendiri," kata Leif-Eric Easley, seorang profesor dari Universitas Ewha di Seoul, Korea Selatan, melansir Reuters 9 Februari.

"Pesan yang ingin dikirim Pyongyang secara internasional, menunjukkan kemampuannya untuk mencegah dan memaksa, kemungkinan akan datang dalam bentuk uji coba rudal berbahan bakar padat dan peledakan perangkat nuklir mini," sambungnya.

Citra yang dirilis oleh outlet media pemerintah KCNA dari parade Rabu malam menunjukkan sebanyak 11 Hwasong-17, ICBM terbesar Korea Utara, yang diduga dapat menyerang hampir di mana saja di dunia dengan hulu ledak nuklir.

kim jong-un
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersama sang putri Ju Ae menghadari parade militer malam hari. (Sumber: KCNA)

Sebelas rudal bisa cukup untuk membanjiri pertahanan rudal AS saat ini, kata Ankit Panda dari Carnegie Endowment for International Peace yang berbasis di Amerika Serikat di Twitter.

"Ini secara kumulatif lebih banyak peluncur ICBM daripada yang pernah kami lihat sebelumnya di parade Korea Utara," katanya dalam sebuah tweet.

Hwasong-17 pertama kali diuji tahun lalu. Di samping mereka di parade adalah apa yang dikatakan beberapa analis bisa menjadi prototipe atau maket ICBM berbahan bakar padat baru di peluncur tabung.

Mengembangkan ICBM berbahan bakar padat telah lama dipandang sebagai tujuan utama negara tersebut, karena dapat membuat rudal nuklirnya lebih sulit untuk dikenali dan dihancurkan selama konflik.

Terpisah, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengkritik Korea Utara karena mengadakan acara tersebut, ketika menghadapi krisis pangan dan kesulitan ekonomi yang memburuk.

"Kami mendesak Korea Utara untuk segera menghentikan pengembangan nuklir dan rudal ilegal, dan ancaman nuklir yang sembrono, segera kembali ke negosiasi denuklirisasi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Lim Soo-suk dalam pengarahan rutin.

Diketahui, Korea Utara mengatakan program rudal dan pengembangan senjata nuklirnya berada di bawah hak kedaulatannya untuk membela diri, dan diperlukan karena kebijakan bermusuhan oleh Amerika Serikat dan sekutunya.