Bagikan:

JAKARTA – Manuver pemerintah China yang memborong sebagian besar kedelai di pasar internasional menyebabkan harga komoditas ini melambung tinggi. Dalam pantauan VOI, harga bahan baku tahu dan tempe tersebut melonjak dalam dua bulan terakhir.

Pada November 2020, harga kedelai diketahui berada pada level 11,92 dolar AS per bushels. Sebulan berselang, harga merangkak naik menjadi 12,5 dolar AS per bushels. Organisasi pangan dunia FAO pun mengamini hal tersebut. Dalam catatan FAO harga kedelai diyakini melambung 6 persen menjadi 461 dolar AS perton dari sebelumnya 435 dolar AS perton.

Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso mengungkapkan bahwa telah terjadi pergeseran impor kedelai yang dilakukan oleh China dari pasar tradisional selama ini.

“China itu memborong sebagian besar stok kedelai yang dijual oleh Brasil, karena selama ini memang mendatangkan kedelai dari sana,” ujar dia kepada VOI, Selasa, 5 Januari.

Tidak hanya itu, Dwi lantas menjelaskan bahwa China juga mendatangkan kedelai dari negara Amerika Latin lainnya, yakni Argentina.

“Nah, di Argentina sendiri sekarang sedang terjadi pemogokan pekerja yang berimbas pada tersendatnya distribusi kedelai ke luar negeri. Selain itu, mereka juga mengamankan stok kebutuhan di dalam negeri dalam masa pandemi seperti ini,” tuturnya.

Tidak berhenti disitu, akademisi IPB itu juga mengungkapkan bahwa sebagian besar negara-negara di Amerika Selatan sedang mengalami musim kemarau. Hal tersebut kemudian menambah tekanan terhadap pembentukan harga kedelai internasional yang semakin tinggi.

Alhasil, China kemudian mengarahkan kebijakan impor kedelainya ke AS yang juga dikenal sebagai salah satu negara penghasil komoditas terbesar di dunia.

“Ya sudah, kenaikan harga tidak bisa dihindari karena memang produsen yang paling besar cuma tiga negara itu, yakni Amerika Serikat, Argentina, dan Brazil,” kata Dwi.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, fluktuasi harga kedelai dunia dipercaya akibat China memborong kuota impornya sebesar 60 persen dari Amerika Serikat. Oleh sebab itu, kuota impor kedelai dari AS yang diperuntukan bagi Indonesia makin menipis.

“China melakukan ini karena mereka juga ada kepentingan untuk memastikan jalannya roda industri di dalam negeri. Sebab, kedelai ini salah satu komoditas strategis yang turunan produksinya cukup banyak,” tegasnya.

Adapun pada tingkat ritel di Indonesia, kenaikan harga kedelai impor naik sekitar 20 persen dari biasanya Rp7.000 menjadi Rp9.500.