Arif Rachman Ungkap Tekanan Musnahkan CCTV Kasus Pembunuhan Brigadir J, Jaksa Sebut Ferdy Sambo Tak Memaksa
Arif Rachman/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut Ferdy Sambo tak memaksa terdakwa Arif Rachman Arifin untuk memusnahkan laptop berisi salinan DVR CCTV. Karenanya jaksa menegaskan semua dakwaan yang telah disusun dianggap telah sesuai dengan fakta.

Pernyataan itu disampaikan jaksa dalam replik menanggapi nota pembelaan atau pleidoi terdakwa Arif Rachman Arifin.

"Daya paksa yang didalilkan oleh terdakwa Arif Rachman Arifin tidak terbukti karena saksi Ferdy Sambo tidak melakukan paksaan maupun ancaman secara nyata terhadap nyawa terdakwa Arif Rachman Arifin," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari.

Adapun, Arif sempat memberi keterangan soal aksinya memusnahkan salinan CCTV dengan cara mematahkan laptop merupakan perintah Ferdy Sambo.

Kemudian, jaksa beranggapan dalil Arif soal adanya tekanan secara psikis dari Ferdy Sambo tak terbukti. Meski, secara hierarki pangkat dan jabatan berbeda jauh.

"Serta terhapada dalil yang disampaikan bahwa saksi Ferdy Sambo telah melakukan tekanan psikis terhadap terdakwa Arif Rachman Arifin (tidak terbukti, red)," sebut jaksa.

Hal itu berkesesuaian dengan pendapat ahli Profesor Simon. Di mana, disebutkan tindakan seseorang yang menimbulkan rasa takut kepada orang lainnya bukan menjadi alasan kuat tak bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

"Tidak setiap tindakan yang dapat mendatangkan perasaan takut itu menjadi dasar bagi tidak dapat dihukumnya seseorang yang mendapat paksaan untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu," kata jaksa.

Terdakwa Arif Rachman dianggap terlibat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice tewasnya Brigadir J. Ia disebut berperan memusnahkan laptop berisi salinan rekaman CCTV yang menunjukan detik-detik Brigadir J sebelum dieksekusi.

Dalam kasus obstruction of justice, Arif Rachman dituntut 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta. Sebab, perbuatannya diyakini melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.