Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamini pernah membuka kemungkinan membawa Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe ke Singapura untuk mengecek kesehatannya. Hanya saja, kemungkinan ini tertutup setelah tersangka dugaan suap dan gratifikasi itu tidak kooperatif.

"KPK pernah mengatakan bahwa tentang kesehatan pasti nanti kami akan lakukan pemeriksaan di RSPAD bila perlu kemudian di Singapura. Betul," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dikutip, Senin, 6 Februari.

"Namun faktanya kan sebaliknya. Yang bersangkutan (Lukas Enembe) tidak kooperatif sehingga dilakukan tindakan upaya paksa penahanan oleh KPK," sambungnya.

Sebagai pengingat, Lukas dinilai tak kooperatif oleh komisi antirasuah sehingga penangkapan secara paksa dilakukan pada Januari lalu di sebuah rumah makan bersama tim gabungan. Setelah ditangkap, dia kemudian dibawa ke Jakarta.

Sebelum penangkapan dilakukan, Lukas juga sempat meresmikan beberapa gedung pemerintahan. Padahal, tim kuasa hukumnya sejak awal selalu menyampaikan orang nomor satu di Papua ini dalam kondisi sakit parah.

Kembali ke Ali, dia meminta kemungkinan membawa Lukas ke Singapura itu tak langsung dinilai sebagai hal yang harus ditepati.

"Tidak bisa kemudian ditarik kesimpulan ada janji yang diberikan oleh KPK," tegasnya.

Alih-alih membuat gaduh dengan pernyataan di luar substansi hukum, kuasa hukum Lukas diminta fokus. KPK minta narasi tentang kesehatan sebaiknya dihentikan.

Apalagi, Lukas tak pernah mengeluh apapun selama ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. "Sehingga saya kira mengenai kesehatan dari tersangka KPK yang bernama LE ini tidak kemudian menjadi fokus terus menerus seperti ini oleh tim penasehat hukum," ujar Ali.

Lukas Enembe jadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi karena diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Pemberian itu dilakukan agar perusahaan swasta itu mendapat proyek di Papua.

KPK menyebut terjadi kesepakatan fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak dan pembayaran harus bebas dari potongan pajak.

Setelah bersepakat, perusahaan Rijantono mendapat tiga proyek. Pertama adalah peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga belasan miliar yang baru ditelisik KPK.

Selain Lukas, KPK menduga ada pejabat yang ikut bermain dalam penerimaan suap dan gratifikasi. Hanya saja, penyidik masih melakukan pendalaman.