Bukan Penjajakan Pemilu 2024, Surya Paloh ke Golkar Dinilai karena NasDem Masih Betah di Koalisi Pemerintahan
Ketum Golkar Airlangga Hartarto menerima kunjungan Ketum NasDem Surya Paloh di markas Partai Golkar pada Rabu 1 Februari. (Ist)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai kunjungan Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh ke markas Partai Golkar sebagai bentuk mencari dukungan politik di tengah wacana perombakan kabinet atau reshuffle.

Wacana reshuffle itu sempat dipertegas Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto mendorong menteri-menteri NasDem dievaluasi saat mencuatnya wacana reshuffle usai deklarasi Anies Baswedan sebagai Capres NasDem 2024.

Maka dari itu NasDem memandang perlunya membangun aliansi bersama, minimal untuk jangka pendek. Termasuk, kata Burhanuddin, karena ada rivalitas dengan PDIP.

"Jadi Surya Paloh ingin mendapatkan dukungan politik dari partai yang telah melahirkannya, yakni Golkar dan pada saat yang sama menjajaki kemungkinan peta koalisi 2024," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat 3 Februari.

Burhanuddin mengatakan kunjungan Surya Paloh justru ke Golkar bukan ke PDIP juga dapat dimaknai NasDem belum ingin ditinggal koalisi pendukung pemerintahan.

Di tengah hubungan antara NasDem dengan PDIP yang menghangat, sebelumnya sejumlah petinggi Nasdem juga mendatangi Partai Gerindra, bukan ke partai moncong putih.

“Ini soal pilihan di mana penjajakan itu diadakan, menunjukkan bahwa Golkar, Gerindra, atau PDIP, masih ada dalam perencanaan NasDem dalam peta menuju 2024. Tapi untuk konteks PDIP sepertinya Nasdem kesulitan, karena tidak ada penjajakan sama sekali ke sana. Pilihan tempat itu menunjukkan bahasa politik yang kita tangkap tentang peta politik 2024,” ujar Burhanuddin.

Namun terkait belum dilakukannya penjajakan NasDem ke PDIP, maka untuk urusan dukung mendukung dalam Pemilu 2024 di antara kedua partai itu sulit tercapai. Sejauh ini, kata dia, NasDem hanya ingin dekat dengan koalisi pendukung pemerintahan. 

“Dalam konteks politik internal dalam koalisi yang memanas, terutama pasca Nasdem men-declare Anies Baswedan sebagai capres, maka NasDem perlu teman, terutama dalam konteks rivalitas yang diam-diam maupun terang-terangan dalam internal koalisi,” tutur Burhanuddin.

Meski demikian, menurut Burhanuddin sebenarnya masih ada titik temu bagi NasDem untuk membawa capres yang diusungnya Anies Baswedan dalam koalisi yang direstui oleh Istana. Misalnya jika NasDem membawa mantan Gubernur Jakarta itu ke Koalisi Indonesia Bersatu.

“Lalu cawapresnya Anies nanti, salah satu dari ketua umum yang tergabung di KIB. Saya kira ini salah satu opsi supaya Anies tidak dianggap sebagai antitesis dari Jokowi,” pungkasnya.