MATARAM - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menyerahkan dua tersangka kasus perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berjalan tidak sesuai prosedur (non-prosedural) ke jaksa.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda NTB Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ni Made Pujewati di Mataram, mengatakan penyerahan tersebut bagian dari pelaksanaan tahap dua atau pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke jaksa penuntut umum.
"Jadi, tahap dua kasus yang kami laksanakan siang ini merupakan tindak lanjut hasil penelitian jaksa yang sudah menyatakan berkas milik dua tersangka lengkap," kata Pujewati dikutip ANTARA, Kamis 2 Februari.
Dalam kegiatan tersebut, Pujawati menyampaikan bahwa pihak kejaksaan melanjutkan penahanan terhadap dua tersangka berinisial MU (47) alias Tuan Zaki dan SN (37) alias Ela.
Untuk Tuan Zaki, jaksa menitipkan penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram di Kuripan, Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan, Ela melanjutkan penahanan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram.
Dengan adanya pelaksanaan tahap dua ini, Pujewati meyakinkan bahwa penanganan kasus perekrutan PMI non-prosedural di tahap penyidikan kepolisian telah tuntas.
"Jadi, sekarang kewenangan penanganan sudah ada di penuntut umum," ujarnya.
Kasus perekrutan PMI non-prosedural ini kali pertama terungkap dari adanya laporan korban pada akhir September 2022. Jumlah korban dalam kasus ini sebanyak 9 orang.
Berdasarkan tindak lanjut laporan, polisi berhasil mengungkap peran tersangka dari penangkapan pada 7 November 2022. Polisi menangkap dua orang yang berperan sebagai terduga perekrut.
Terduga perekrut yang kini berstatus tersangka tersebut adalah SN, seorang perempuan asal Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dan MU asal Desa Sandik, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat.
Penyidik pun menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan adanya alat bukti kuat, seperti dokumen pribadi yang mengatasnamakan korban, antara lain kartu identitas, paspor korban, dan kuitansi pembayaran untuk proses perekrutan. Penetapan keduanya sebagai tersangka juga dikuatkan dengan keterangan korban.
Selain menyita barang bukti dan keterangan dari para korban, pihak kepolisian juga mengantongi keterangan ahli dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) maupun Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB.
Kedua tersangka pun terungkap menjalankan modus kejahatan dengan menjanjikan korban bekerja sebagai PMI di Arab Saudi. Janji tersebut akan terpenuhi apabila korban menyerahkan uang Rp22 juta.
Kedua tersangka membahasakan uang Rp22 juta itu sebagai biaya seluruh kebutuhan administrasi bekerja di luar negeri, seperti pembuatan paspor, cek kesehatan, dan pengurusan visa kerja.
BACA JUGA:
Dalam berkas milik kedua tersangka, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 81 juncto Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, dengan ancaman pidana hukuman paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Sebelum melanjutkan penahanan di tempat berbeda, kedua tersangka telah menjalani penahanan penyidik di Rutan Polda NTB terhitung sejak penangkapan pada 7 November 2022.