COVID-19 Mereda, Penduduk Miskin di Solok Selatan Turun Jadi 11.810 Jiwa
Ilustrasi penduduk di bawah garis kemiskinan di Kampung Kerang Ijo, Muara Angke, Jakarta, Selasa 22 Jnauari 2019. (Antara-Aprillio Akbar)

Bagikan:

SUMBAR - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Solok Selatan pada 2022 berkurang menjadi 11.810 jiwa dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 13.410 jiwa.

"Kemiskinan di Solok Selatan pada 2021 yaitu 7,52 persen dari jumlah penduduk sedangkan pada 2022 turun menjadi 6,51 persen dengan rata-rata pengeluaran perkapita Rp470.090 per bulan," kata Kepala BPS Solok Selatan Abdul Razi, di Padang Aro, Sumatera Barat (Sumbar), Rabu 1 Februari, disitat Antara.

Sedangkan kedalaman atau seberapa jauh penduduk dari garis kemiskinan pada 2021 indeksnya 1,28 dan turun menjadi 1,12 pada 2022.

Indeks kedalaman kemiskinan atau Poverty Gap Index-P1 merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan bila semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

Sedangkan tingkat keparahan ketimpangan kemiskinan pada 2021 indeksnya 0,31 dan menjadi 0,25 pada 2022.

Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin apabila semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin

Dia mengatakan, untuk kemiskinan ekstrem di Solok Selatan juga turun dari 3.200 jiwa atau 1,8 persen dari jumlah penduduk pada 2021 menjadi 2.770 jiwa atau 1,53 persen.

Kategori masyarakat Solok Selatan yang masuk kemiskinan ekstrem katanya apabila pengeluaran perkapita per bulan Rp383 ribu.

"Pemerintah menargetkan pada 2024 kemiskinan ekstrem 0 persen dan itu butuh kerjasama semua pihak," ujarnya.

Perkembangan persentase penduduk miskin Solok Selatan 6,51 persen masih di atas Provinsi Sumbar dengan 5,92 persen.

Dia menambahkan, penyebab utama turunnya kemiskinan di Solok Selatan adalah menurunnya kasus COVID-19 sehingga masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach.

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.