JAKARTA – Sejumlah peristiwa hukum yang belakangan ini terjadi cukup menarik perhatian publik, dimana pihak penyidik kepolisian dalam beberapa kasus memposisikan korban sebagai tersangka. Baru-baru ini peristiwa kecelakaan yang menewaskan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) akibat kecelakaan dengan melibatkan mobil yang dikendarai seorang pensiunan polisi.
Dari kejadian kecelakaan tersebut, korban yakni Hasya Athallah pengendara motor dijadikan sebagai tersangka walaupun dia sudah meninggal dunia akibat kecelakaan tersebut. Lazimkah hal itu disematkan kepada korban kecelakaan lalu lintas di mata hukum?
Ketua Konsorsium Penegakan Hukum Indonesia (KOPHI) Rudy Marjono menilai, Hasya tidak bisa dijadikan tersangka meski dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), korban ada di posisi yang tidak tepat.
“Menurut saya hal penetapan tersangka terhadap korban yang meninggal dunia tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka. Dia tetap korban meskipun dari hasil olah TKP bisa jadi si korban yang salah. Namun hal tersebut bukan lantas oleh kesalahannya dapat ditetapkan tersangka. Hal semacam ini tidak tepat. Sebab yang namanya tersangka dia tidak dapat menjelaskan dalam membela dirinya karena yang bersangkutan meninggal dunia. Ini kan gak masuk akal.” kata Rudy saat berbincang dengan VOI, Sabtu malam, 28 Januari.
Kata Rudy, pengemudi mobil yakni pensiunan polisi inisial E yang menabrak Hasya bisa jadi tersangka. Sebab menurutnya, sudah jelas E telah menabral motor korban.
“Seharusnya si pengemudi mobil tersebut berpotensi ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa tersebut. Sebab akibat mobil yang dikendarainya telah menabrak motor korban. Dan apakah si pengemudi mobil, meski dia pensiunan polisi itu bersalah atau tidaknya, ya biar nanti hakim yang memutus apakah memenuhi unsur Pasal 359 KUHP Jo. Pasal 310 ayat 4 UU no 22 tahun 2009 ataukah ada alasan pembenar dan pemaaf sehingga dia tidak dapat dipidana. Itu yang perlu dibuktikan secara fair. Sebab ketika korban mengalami kecelakaan dan sebagai tersangka salahnya dimana? Tanpa dihukum dia sudah mati.
Rudy menilai, kasus ini terbilang aneh. Menurutnya, ada cara lain yang lebih baik ketimbang mengambil putusan yang membuat gaduh di mata publik. Terlebih korban adalah seorang mahasiswa yang berprestasi.
BACA JUGA:
“Tidak dengan cara yang naif menjadikan korban kecelakaan dengan mudahnya ditetapkan sebagai tersangka. Persepsi ‘kekonyolan’ seperti ini harusnya segera diakhiri. Lebih baik penyelesaian secara Restorasi Justice itu lebih beretika dan lebih harmoni karena didasari dengan rasa kekeluargaan dan tanggung jawab, damai, daripada saling menyalahkan atau cari benarnya sendiri. Apalagi korban ditetapkan sebagai tersangka, sudah kehilangan anggota keluarga, masih terbebani status tersangka. Kedengarannya kan gak nyaman di hati masyarakat yang merasakan kesedihan akibat peristiwa itu.” terang Rudy.
Hasya Atallah tewas karena ditabrak pensiunan polisi berinisial ES ditetapkan sebagai tersangka. Alasannya, ia dianggap lalai saat berkendara. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman kepada wartawan, Jumat, 27 Januari, mengatakan Hasya lalai dalam berkendara.
"Karena dia penyebabnya, kurang kehati-hatian dalam mengendarai sepeda motor," kata Latif.
Dalam rangkaian insiden kecelakaan itu, Hasya dianggap lalai karena secara tiba-tiba berbelok ke arah kanan. Kemudian, menghentikan kendaraanya secara mendadak.
Saat itu Hasya berbelok ke arah kanan untuk menghindari genangan air. Sebab, kondisinya sedang turun hujan.
"Harusnya kita dalam berkendara itu bisa mengantisipasi kayak tadi, tiba-tiba belok. Dia seharusnya dalam cuaca hujan harus tahu kondisi," sebutnya.
"Iya kelalaiannya ini kan kecelakaan. Ini karena kelalaiannya mengakibatkan meninggal dunia," sambung Latif
Sedangkan untuk purnawirawan polisi, Latif menyebut tak melakukan kesalahan. Ia dianggap berkendera sesuai aturan yang berlaku.
"Pertama dia sudah berada di jalur sendiri. Dengan jarak yang kita hitung tidak bisa Pak Eko dengan refleks itu menghindar. Meskipun Pak Eko katanya sempat banting ke kiri tapi tak ada cukup ruang untuk menghindari kecelakaan," kata Latif.
Di Waktu yang berbeda, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menyatakan akan terus mengawal proses advokasi kasus tewasnya M Hasya Athalah, mahasiswa FISIP UI Program Sarjana Departemen Sosiologi Angkatan 2022 yang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas di kawasan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022, lalu.
Rian Hidayat, selaku Tim Advokasi ILUNI UI atas korban Hasya menegaskan, pihaknya terus mengawal hingga almarhum Hasya mendapatkan keadilan.
"Kita ingin ini diproses, agar ada keadilan dan transparansi. Mengenai salah atau benar biar nanti keputusan pengadilan. Karena yang kita dapatkan informasi terakhir adanya SP3 itu karena almarhum Hasya sudah meninggal," kata Rian kepada VOI di Sekretariat ILUNI UI, Gedung Rektorat Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Januari.
ILUNI UI juga mempertanyakan sikap terhadap Kepolisian terkait penetapan terhadap tersangka terhadap Hasya.
"Kita jadi bertanya-tanya kenapa pihak yang sudah meninggal malah dijadikan tersangka. Kita akan menuntut keadilan," ujarnya.
Saat ini, ILUNI UI masih melakukan pengkajian secara bersama terkait rencana akan adanya praperadilan.
"(praperadilan) Lagi kita kaji bersama tim, tapi sudah kita upayakan, nanti akan kita informasikan lebih lanjut. Yang jelas pertama kita mempertanyakan mengenai SP3 ini. Kok bisa, tersangka ini adalah korban yang mana SP3-nya karena meninggal," katanya.
Polisi mengaku tak punya cukup bukti untuk menetapkan AKBP Purnawirawan Eko Setia BW sebagai tersangka kasus kecelakaan yang menewaskan mahasiswa UI Muhammad Hasya Atallah Syahputra.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menjelaskan, untuk Eko ini juga secara dari keterangan-keterangan saksi juga tidak bisa dijadikan tersangka, karena dia dalam posisi hak utama pengguna jalan.