Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah permasalahan dalam penyelenggaraan haji di Tanah Air. Salah satunya, penetapan petugas haji masih belum transparan sehingga tak optimal.

"Temuan kita bilang penetapan petugas haji tidak optimal dan tidak transparan untuk dua terutama petugas pembimbing ibadah haji baik yang di Arab Saudi, di kloter, dan tim pembimbing haji daerah," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Januari.

Menurut Pahala, jumlah dan asal petugas haji jarang dipublikasikan. Tak jarang, kepala daerah ternyata menunjuk keluarganya untuk menjadi pembimbngin para jemaah.

Padahal pemilihan petugas haji ini tak bisa sembarangan. Karena, mereka harus orang-orang yang berkompeten.

"Jangan karena ini daerah maka kepala daerah dan keluarganya ikut," tegasnya.

Meski begitu, masalah ini sudah diselesaikan oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Penyelenggaran Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Ada regulasi khusus untuk pemilihan petugas haji.

"Kebiasaan yang bertahun-tahun yang atas dinas ini tim pembimbing haji daerah ini sekarang sudah diseleksi berdasarkan kompetensi," ujar Pahala.

Masalah lainnya adalah efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan haji di Arab Saudi yang dianggap bermasalah. Namun, persoalan itu terjadi karena perbedaan kebijakan antarnegara.

"Tapi sekali lagi tadi kita juga mendapatkan pemahaman bahwa kadang-kadang memang susah juga kita di sini (Indonesia, red) dan di sana (Arab Saudi, red) itu beda (regulasinya, red)," kata Pahala.

Terhadap masalah ini, Kemenag sudah meminimalisir kejadian ini. Bahkan, sudah ada aplikasi khusus untuk memantau transparansi pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji.

"Nah ini sudah dibuat namanya Sepakat, jadi semua pengadaan barang jasa haji itu bisa tanya ke Dirjen apa saja yang dibeli, berapa di aplikasi yang namanya Sepakat," pungkasnya.