KEPRI - Pelaku pengeboman ikan di wilayah Pulau Midai, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), berasal dari Kalimantan Barat (Kalbar). Hal itu diungkapkan Satuan Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Satwas SDKP).
"Kita sudah tau, mereka para pelaku ini dari Pontianak, Kalimantan Barat, namun sulit untuk kita tangkap jika tidak benar-benar tertangkap tangan, barang bukti seperti ikan, bom dan lainnya mudah dihilangkan, bahkan sebelum kapal kita mendekat barang bukti sudah hilang," kata Koordinator Pengawas (Korwas) SDKP Natuna, Maputra, Jumat 27 Januari, disitat Antara.
Ia juga mengatakan, sebelum adanya keluhan masyarakat terkait maraknya aktivitas pengeboman ikan kepada Bupati setempat pada Kamis 26 Januari, Satwas SDKP Natuna sejak Februari 2022 sudah melakukan pengawasan dan mengetahui adanya aktivitas tersebut.
"Sejak awal tahun lalu kita sudah mengetahui dan sudah kita lakukan patroli, namun karena kapal kita mudah dikenali maka sulit untuk melakukan penangkapan, kapal mereka juga sudah dimodifikasi lebih cepat dari kita," ujarnya.
Ia juga mengatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi terkait pelaku pengeboman ikan justru bukan oleh nelayan setempat, setelah mengumpulkan informasi dari berbagai pihak serta turun melakukan patroli secara langsung di wilayah tersebut.
"Hal itu sudah menjadi perhatian khusus, dan PSDKP tetap melakukan patroli pengawasan di Midai, dan akan menindak pelanggaran ataupun tindak pidana perikanan berdasarkan aturan dan undang-undang yang berlaku," tuturnya.
BACA JUGA:
Karena itu, menurutnya upaya pencegahan lebih baik untuk dilakukan seperti meningkatkan pengawasan kepada pihak pengepul ikan hasil tangkapan menggunakan bom dan penyedia bahan baku bom itu sendiri.
"Kita tau bahan bom itu dari pupuk, barang itu dari Malaysia, masuk ke Pontianak lalu ke Pemangkat bahkan pelakunya kita juga tau, namun jika itu di darat maka bukan wewenang kita lagi, karena itu butuh adanya kerja sama lintas sektor dalam hal ini pihak kepolisian," katanya.
Ia juga mengatakan, kesulitan juga pada upaya pencegahan, dimulai dari bahan baku bom ikan itu sendiri merupakan bahan yang tidak dilarang karena bahan untuk pertanian.
"Sebenarnya tidak mungkin ada "asap" kalau tidak ada "api" tinggal bagaimana kita serius secara bersama-sama menangani hal ini, kalau dari mulai pengepul dan pemasok bahan tidak ada maka tidak akan ada pelaku, itu saja," ujarnya.
Karena itu, Ia mengatakan pihaknya akan terus melakukan upaya hukum di laut sebagai langkah pencegahan bahkan akan mengambil tindakan tegas sebagai pembelajaran bagi para pelaku.
"Kita akan lakukan tindakan hukum sebagai efek jera, karena setiap orang bisa di ancaman delapan tahun penjara jika terbukti melakukan tindakan pengeboman ikan dan menggunakan potasium, bukan main-main," tandasnya.