Bagikan:

JAKARTA - Program penurunan angka stunting atau gizi buruk di Tanah Air rentan dikorupsi. Praktik lancung ini bisa terjadi saat proses penganggaran, pengadaan, hingga pengawasan.

"Terdapat beberapa praktik dalam upaya penanganan prevalensi stunting yang berisiko menimbulkan korupsi," kata Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Niken Ariati dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 26 Januari.

Pada aspek penganggaran, sambung Niken, ada indikasi tumpang tindih perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah.

Sedangkan pada aspek pengadaan ada dana yang belum digunakan secara optimal. Selain itu, terdapat barang yang dilakukan pengadaan tapi tak dibutuhkan.

"Sebagai contoh untuk program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa analisis kebutuhan objek. Hal ini membuat pengadaan barang yang tidak berguna bagi masyarakat," ujarnya.

Berikutnya, KPK juga mendapati adanya pengadaan alat peraga yang bersifat sentralistis sehingga peran vendor terbatas. Padahal, harusnya pengadaan ini mendapat lisensi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sementara untuk pengawasan, celah korupsi juga terbuka karena tak ada pedoman teknis. Akibatnya, stake holder terkait kurang maksimal dalam melakukan pengawasan atau audit.

"Praktik-praktik dalam aspek tersebut sangat berisiko menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi. Hal ini tidak bisa disepelekan karena akan berdampak pada pelayanan kesehatan gizi yang masyarakat dapatkan," tegas Niken.

Tak sampai di sana, Niken juga menyebut KPK mendapat informasi adanya inspektorat pemerintah yang tak menjalankan tugasnya secara optimal dalam upaya menurunkan stunting.

"Selain itu penganggaran program ini juga bukan menjadi prioritas pada beberapa daerah meskipun program ini menjadi prioritas nasional," ujarnya.

Terhadap temuan ini, KPK kemudian mengusulkan beberapa hal. Salah satunya, integrasi perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencegah tumpang tindih.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus menyusun pedoman untuk memudahkan pemerintah daerah.

Usulan lainnya, kajian efektivitas barang yang dihasilkan dan beban administrasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan. Sehingga, pengadaan bisa bermanfaat bagi masyarakat dalam upaya menurunkan angka stunting.

"Diperlukan pedoman teknis yang akan digunakan Inspektorat untuk melakukan pengawasan program percepatan penurunan prevalensi stunting ini. Rekomendasi-rekomendasi ini diharapkan dapat mencegah adanya penyimpangan dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting," pungkas Niken.