Bagikan:

JAKARTA - Bantuan sosial (bansos) segera diberikan kepada penerimanya pada 4 Januari 2021. Selanjutnya, pemerintah meminta masyarakat untuk tidak memanfaatkan uang ini untuk membeli rokok dan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan pangan hingga masyarakat penerima bantuan menjadi sehat.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta masyarakat penerima bansos  tidak mempergunakan uang bantuan yang mereka terima untuk membeli rokok. Permintaan ini, kata dia, juga disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Bapak Presiden tadi sudah wanti-wanti agar (uang bansos, red) tidak digunakan untuk membeli rokok. Jadi sekali lagi, bantuan ini tidak boleh sama sekali digunakan untuk membeli rokok sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden," kata Muhadjir dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 29 Desember.

Sementara, Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta para penerima bansos tunai tak membeli rokok dengan uang yang mereka terima. Dia bakal menyiapkan alat untuk memantau penggunaan uang bansos oleh masyarakat termasuk mencegah terjadinya pembelian rokok.

"Tidak ada lagi (uang bansos, red) untuk pembelian rokok dan kami akan pantau, kami akan pantau," tegas Risma dalam konferensi pers yang sama.

"Insyaallah bulan Februari 2021 kami sudah akan menyiapkan tools atau alat untuk kami mengetahui belanja apa saja yang akan digunakan. Dengan uang itu dibelanjakan untuk apa saja," imbuh mantan Wali Kota Surabaya tersebut.

Jika ke depannya masih ada masyarakat yang membandel dan membeli rokok dengan uang bansos, maka pemerintah akan bersikap tegas seperti melakukan evaluasi bantuan yang telah diberikan. 

"Kalau itu terjadi maka kami akan melakukan evaluasi untuk penerima bantuan. Karena sekali lagi, jangan sampai penerima bantuan ini untuk keehatan namun kemudian ada masalah karena digunakan untuk rokok," katanya.

Lebih lanjut, Risma menjelaskan mekanisme pemberian bantuan sosial dari pemerintah untuk masyarakat. Dia mengatakan, bantuan ini bakal mulai disalurkan pada 4 Januari 2021 dengan menggandeng PT Pos Indonesia. Adapun bantuan yang disalurkan bagi penerimanya berupa bansos tunai hingga bantuan langsung tunai (BLT) dan diharap selesai dalam waktu seminggu.

Dia merinci jumlah penerima bantuan sosial yang diberikan untuk pemerintah. Terkait program bansos sembako, jumlahnya mencapai 18,8 juta penerima dengan satu paket sembako senilai Rp200 ribu per bulannya. 

Sementara untuk bansos tunai, jumlah penerima pada 2021 mencapai 10 juta orang di seluruh Indonesia termasuk wilayah Jabodetabek.

"Penyalurnya adalah PT Pos Indonesia dan untuk indeks bantuan perbulannya adalah Rp300 ribu per penerima manfaat dan akan diberikan Januari, Februari, Maret, dan April tidak utuh setahun seperti program PKH," tegasnya.

Selanjutnya, untuk Program Keluarga Harapan (PKH) akan diterima oleh 10 juta penerima yang disalurkan oleh himbara atau himpunan bank pemerintah. Bantuan ini kemudian digunakan untuk ibu hamil, anak usia dini, anak usia sekolah, hingga mereka yang difabel maupun lansia.

"Ini akan diberikan mulai bulan Januari setiap tiga bulan sekali. Tahap pertama Januari, tahap kedua bulan April, tahap ketiga Juli, dan keempat Oktober," jelasnya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai, keinginan pemerintah agar masyarakat tak menggunakan uang bansos untuk membeli rokok adalah mission impossible dan terlalu berlebihan.

"Saya pikir kebijakan ini berlebih-lebihan. Itu mission impossible. Karena bagaimana memastikan ini bisa diawasi dan kemudian siapa yang mengawasi? Lalu, tata kelolanya bagaimana karena ini kan mereka nanti terima kemudian beli barang dengan uang (bansos, red). Kalau kemudian masyarakat beli pulsa lantas beli rokok kan mana tahu karena itu kan tata kelola masing-masing," kata Trubus saat dihubungi VOI.

Selain terlalu berlebihan, Trubus juga mempertanyakan alat yang kata Risma akan digunakan untuk memantau penggunaan bansos tunai ini. "Alatnya apa, kan sampai hari ini kita belum ada, aplikasinya juga apa yang mau digunakan," tegasnya.

"Jadi misalnya, saya terima kemudian saya belikan yang lain itu kan hak saya. Enggak bisa dipaksakan karena itu bisa melanggar hak konstitusional," imbuh dia

Dia tak menampik maksud pemerintah adalah demi kebaikan warganya sendiri. Namun, daripada melakukan hal semacam ini, sebaiknya pemerintah melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi secara terus menerus apalagi masyarakat penerima bansos ini kebanyakan mereka yang berpenghasilan rendah.

Trubus menilai daripada berkutat pada kebijakan yang belum jelas, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan hal-hal yang sudah ada, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap bansos yang disalurkan kepada masyarakat. Tujuannya, agar kejadian penyimpangan, pemotongan hingga perilaku korup tidak terjadi di tengah penyaluran bantuan ini.

Selanjutnya, hal yang perlu dibenahi adalah sistem penegakan hukumnya. Siapapun yang melakukan penyimpangan terhadap bansos, kata dia, harus ditindak ditindak secara tegas.

Terakhir, Trubus juga menyebut pemerintah sebaiknya kembali mengevaluasi pemberian bansos secara tunai. Karena dia menilai bansos barang sebenarnya lebih baik dibagikan apalagi untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

"Lebih baik barang, misalnya beras dan lainnya. Mereka tidak mungkin menjualnya kembali karena kan untuk makan, konsumsi harian. Berbeda dengan uang, belum tentu mereka beli beras, beli bahan makanan. Belum tentu. Jadi sembako itu lebih efektif untuk masyarakat berpenghasilan rendah," pungkasnya.