Bagikan:

JAKARTA - Pengadilan Tipikor memvonis Direktur Jenderal Hortikultura pada Kementerian Pertanian tahun 2010-2015 Hasanuddin Ibrahim divonis 5,5 tahun penjara karena melakukan korupsi pengadaan pembasmi hama yang merugikan keuangan negara senilai Rp12,9 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Hasanuddin Ibrahim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif pertama," ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dikutip Antara, Rabu 18 Januari.

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Vonis tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perbuatannya, Hasanuddin melakukan korupsi kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budidaya untuk mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dalam rangka belanja barang fisik lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah (pemda) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI Tahun Anggaran 2013 berupa pengadaan pembasmi hama berbasis Mikoriza untuk tanaman kentang.

Pada Oktober 2012, Hasanuddin Ibrahim meminta agar dilakukan pengadaan "mikoriza" untuk tanaman kentang. Hasanuddin meminta Eko Mardianto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk berkoordinasi dengan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno dan adik Hasanuddin bernama Nasser Ibrahim.

Sutrisno diketahui sebagai direktur PT HNW yang bergerak di bidang jual beli pupuk dengan merek dagang Rhizagold dari Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia dengan Rhizagold adalah pupuk tanaman kelapa sawit.

Namun pengadaan tersebut tidak jadi dilakukan sehingga dimasukkan kembali pada usulan tahun anggaran 2013 sebesar 225 ribu kilogram senilai Rp18,615 miliar yang akhirnya disetujui sebagai bagian anggaran TA 2013.

Bahkan pada Januari 2013 Hasanuddin menambah ketersediaan stok sebesar 40 persen dari kuantitas yang dibutuhkan untuk mengakomodasi stok Rhizagold yang sebelumnya dimiliki Sutrisno pada TA 2012.

Lelang juga sudah diatur untuk dimenangkan oleh satu perusahaan yang digunakan Sutrisno yaitu PT Karya Muda Jaya dengan nilai kontrak Rp18,309 miliar.

Daftar petani kentang sebagai calon penerima bantuan juga belum dibuat untuk kegiatan tersebut sehingga saat masa pelaksanaan pekerjaan barulah dicari petani calon penerima bantuan serta menentukan titik bagi distribusi barang.

PT KMJ lalu menerima pembayaran pada 2 April 2013 senilai Rp3,278 miliar yang merupakan pembayaran uang muka sebesar 20 persen dan hingga 62 hari kalender, PT KMJ belum menyelesaikan pekerjaan 100 persen namun pada 19 Juni 2013 PT KMJ menerima pembayaran pelunasan sebesar Rp13,115 miliar.

Dari anggaran total Ro18,309 miliar, yang digunakan Sutrisno untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk pembelian pupuk ke Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia dan distribusi ke petani penerima bantuan hanyalah sebesar Rp3,477 miliar.

Perbuatan Hasanuddin pun memperkaya sejumlah pihak yaitu Eko Mardiyanto selaku PPK pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan sejumlah Rp1,05 miliar, Sutrisno selaku Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana sejumlah Rp7,302 miliar Nasser Ibrahim selaku adik kandung terdakwa Hasanuddin Ibrahim sejumlah Rp725 juta.

Selain itu, memperkaya pemilik PT KMJ Subhan sejumlah Rp195 juta, memperkaya CV Ridho Putra sejumlah Rp1,7 miliar, PT HNW sejumlah Rp2 miliar dan memperkaya CV Danaman Surya Lestari sejumlah Rp500 juta dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara totalnya sejumlah Rp12,947 miliar.