Di Balik Perintah Ferdy Sambo Amankan Senjata Brigadir J, Jaksa: Agar Mudah Dieksekusi
Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo (Rizky Adytia Pramana-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo sempat mempertanyakan keberadaan senjata api milik Yosua alias Brigadir J saat berada di rumah Saguling, Duren Tiga, Jakarata Selatan. Kata jaksa penuntut umum (JPU), hal itu dilakukan agar proses eksekusi berjalan mudah.

"Terdakwa Ferdy Sambo menyuruh saksi Richard Eliezer untuk mengambil senjata korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan senjata api HS tersebut diserahkan kepada terdakwa dengan tujuan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat lebih mudah dieksekusi," ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 17 Januari.

Senpi milik Brigadir J diletakan dalam dashboard mobil oleh Ricky Rizal ketika berada di Magelang.

Kesimpulan perihal tujuan di balik pertanyaan Ferdy Sambo itu beradasarkan keterangan beberapa saksi. Di mana, terbentuk benang merah bila eks Kadiv Propam itu memang merencanakan pembunuhan secara matang.

"Bahwa pelaksaan kehendak dan tujuan telah disusun oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan rapi terungkap dalam persidangan merupakan fakta hukum berdasarkan keterangan yang dikemukakan oleh saksi Richard Eliezer, Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, Putri Candrawathi," kata jaksa.

Dalam dakwaan, Ferdy Sambo disebut merencanakan pembunuhan Brigadir J. Perencanaan dilakukan di lantai tiga rumah Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Saat itu, ia meminta Ricky Rizal untuk menembak. Tetapi, permintaan itu ditolak. Sehingga, Ferdy Sambo beralih kepada Bharada Richarad Eliezer. Permintaan untuk menembak itupun diamini.

Penembakan Brigadir J dilakukan di ruang tengah rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

Alasan di balik perencanaan penembakan itu karena mendengan cerita tentang aksi pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya, Putri Candrawathi.

Dengan rangkaian peristiwa dan peran di baliknya, Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1). Sehingga, terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.