Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan penjenguk Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe di rumah tahanan (Rutan) ikuti aturan. Alasannya, mereka mendapat surat pengajuan izin menjenguk dengan data berbeda di kartu tanda penduduk (KTP).

"Informasi yang kami peroleh juga kemudian ada data yang di dalam surat pengajuannya berbeda dengan di KTP misalnya, di identitasnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 17 Januari.

Mendapati hal tersebut, komisi antirasuah tentu tak bisa memberi izin menjenguk bagi orang itu. Penyebabnya, tak sembarangan yang bisa berkunjung melihat kondisi Lukas.

Kata Ali, tahanan KPK hanya bisa dijenguk oleh mereka yang namanya ada dalam daftar. "Tentu kita enggak bisa penuhi (permohonan, red) yang seperti itu," tegasnya.

Para penjenguk diminta mematuhi aturan itu. Ali memastikan prosedur ini berlaku bagi semua tahanan, bukan hanya Lukas saja.

"Jadi, ini yang harus diketahui dari pihak keluarga maupun penasehat hukum ketika mengajukan nama-nama yang akan berkunjung ke rutan KPK mengunjungi tahanan KPK," ungkapnya.

Sebelumnya, Lukas ditahan setelah dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pengadaan proyek di Pemprov Papua. Saat penahanan, dirinya tampak menggunakan kursi roda.

Dalam kasus ini, Lukas diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka agar perusahaan tersebut mendapat proyek. Diduga kongkalikong ini juga dilakukan dengan pejabat di Pemprov Papua.

Adapun kesepakatan di antara mereka yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.