Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut elit-elit di Papua kerap memainkan isu dan opini politik untuk membuat seolah-olah tindak pidana korupsi semata-mata untuk kepentingan masyarakat. Padahal yang terjadi justru kesengsaran.

"Elit-elit daerah Papua memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan-tindakan pencurian uang negara, agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan itu adalah untuk rakyat dan atas nama rakyat," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya, Sabtu, 14 Januari.

Korpsi, lanjut Firli, hanya menimpulkan kesengsaraan. Sebab, dana yang disediakan pemerintah untuk pembangunan tak digunakan sebagai mestinya.

Bahkan, tak jarang para pelaku menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

"Faktanya, tidak ada pembangunan apalagi keadilan sosial yang tercipta dalam koalisi korupsi tersebut, kecuali kemiskinan dan kesengsaraan," sebutnya.

Di sisi lain, Firli menduga banyaknya tindak pidana korupsi terjadi di Papua karena para pelaku merasa aman. Mereka menganggap Papua berada jauh dari pusat pemerintahaan sehingga tak akan diawasi.

"Mungkin karena jarak dan situasi Papua yang jauh dari pusat pemerintahan, pemberitaan dan pengawasaan," kata Firli.

Tindak pidana korupsi yang seolah membawa-bawa kepentingan masyarakat tercermin di kasus Gubernur nonaktif Lukas Enembe.

Lucas yang kini berstatus tersangka, diduga kuat terlibat dalam dugan suap dan gratifikasi pengadaan proyek di Pemprov Papua.

Dalam kasus ini, dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka agar perusahaan tersebut mendapat proyek.

Kemudian, diduga juga ada kongkalikong yang dilakukan dengan pejabat di Pemprov Papua.

Adapun kesepakatan di antara mereka yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar.

Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.