JAKARTA - Kewenangan penuh yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya lembaga dalam mengusut tindak pidana di sektor jasa keuangan dianggap bakal berbahaya.
"Sangat berbahaya, kecuali OJK sudah menunjukkan sumber daya manusianya dan pengalaman bagaimana karena kejahatan industri keuangan sangat kompleks," kata pakar TPPU Yenti Garnasih melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa 10 Januari dikutip dari Antara.
Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberikan kewenangan kepada OJK tersebut berbahaya. Pasalnya OJK itu dinilai belum berpengalaman dalam mengusut sendiri tindak pidana sektor keuangan.
Yenti meragukan para penyidik yang dimiliki OJK nantinya bisa benar-benar menangani beragam kejahatan di industri keuangan, seperti investasi, perbankan hingga pasar modal.
Ia mengingatkan saat ini Polri (Bareskrim) sudah memiliki unit khusus untuk mengusut kejahatan di sektor keuangan yakni Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus). Seharusnya, pemerintah memaksimalkan unit khusus tersebut.
"Mereka (penyidik Dittipideksus) andal, apakah mereka tak bisa lagi menangani? Menurut saya gegabah hanya OJK yang bisa menangani kasus pidana di sektor keuangan sedangkan kejahatan keuangan sangat kompleks," ujarnya.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI) itu menjelaskan semua kejahatan di industri keuangan berakhir pada pencucian uang. Yenti ragu OJK bisa menangani hingga ke TPPU. Selain itu, pengusutan TPPU butuh kehati-hatian dan kecermatan dari para penyidik yang berpengalaman.
Di sisi lain, pemberian kewenangan penuh kepada OJK menjadi satu-satunya lembaga yang bisa mengusut tindak pidana di sektor keuangan dinilainya pemborosan anggaran negara karena akan ada pengangkatan penyidik baru. Sementara, saat ini sudah banyak penyidik andal yang dimiliki polisi.
"Jangan mubazir dalam hal anggaran, kita sudah membelajarkan para penyidik, nanti mereka nganggur," ucap dia.
BACA JUGA:
OJK diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam UU PPSK Pasal 49 Ayat (5). Artinya, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan.
Meski demikian, OJK juga bisa menggunakan sumber daya dari kepolisian hingga pegawai negeri sipil.
Pada Pasal 49 Ayat (1) disebutkan bahwa penyidik OJK terdiri atas pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu dan pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.