Bagikan:

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui baru saja merilis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan, beleid baru itu diharapkan meningkatkan kontribusi industri perbankan pada pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong konsolidasi pada BPRS.

“POJK BPRS ini merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 3/POJK.03/2016 tentang BPRS,” ujarnya dalam keterangan pers pada Senin, 9 Januari.

Menurut Darmansyah, aturan baru akan menekankan pada penguatan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah.

“Sehingga nanti pendirian BPRS dapat dilakukan secara efektif, menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efisien serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat,” tuturnya.

Darmansyah menjelaskan, terdapat delapan aspek pengaturan BPRS yang disempurnakan, yaitu pendirian, perizinan pendirian, kepemilikan dan perubahan modal, direksi, dewan komisaris, dewan pengawas syariah dan pejabat eksekutif.

Lalu, kegiatan usaha BPRS, jaringan kantor, sinergi BPRS, dan pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.

“Adapun penyempurnaan aturan mengenai pendirian BPRS mencakup penyesuaian zona persyaratan modal minimum, dan perubahan izin usaha,” imbuhnya.

Darmansyah menambahkan, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS antara lain, persetujuan prinsip dan izin usaha, penilaian terhadap kinerja keuangan, serta kewajiban untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan.

Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.

“Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi informasi (TI) yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut dengan harapan dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat,” tegas dia.

Dalam upaya perlindungan konsumen, sambung Darmansyah, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.

“Implementasi POJK BPRS diharapkan dapat mewujudkan peningkatan daya saing dan kontribusi BPRS bagi perekonomian di daerah dan bagi industri perbankan nasional. POJK BPRS ini sekaligus mencabut berlakunya POJK Nomor 3/POJK.03/2016 tentang Pembiayaan Rakyat Syariah,” tutupnya.