Bagikan:

JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, menilai pernyataan sikap bersama delapan partai politik (parpol) yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup merupakan teladan bagi demokrasi.

Menurutnya, konsolidasi yang diinisiasi Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS, itu adalah contoh baik bagi pemilih menjelang Pemilu 2024. Sebab menyelipkan pesan bahwa setiap perbedaan pasti ada kesamaan dan kesatuan, bukan pembelahan.

“Itu pesan bagi publik juga ya, bahwa dinamika pemilu adalah dinamika yang sangat lentur. Oleh karena itu, masyarakat jangan sampai mengalami polarisasi yang membelah persatuan dan kesatuan mereka," ujar Titi Anggraini, Selasa, 10 Januari.

"Ternyata, di antara partai politik pun, meski mereka memiliki beragam pilihan tetapi mereka bisa ditemukan oleh persamaan-persamaan dalam proses pelaksanaan pemilu,” sambungnya.

Titi mengatakan, momentum itu menjadi pembelajaran bagi rakyat bahwa dalam perbedaan sekalipun, tetap ada kekompakan yang membuat dinamika politik menemukan kesamaannya.

“Kita juga begitu, meski pilihan politik berbeda dalam banyak dimensi, kita akan bisa menemukan kesamaan,” kata Titi.

Titi menegaskan, pelaksanaan pemilu harus dihadapi dengan logika dan memiliki program. Karena ternyata, diantara pilihan politik yang berbeda anta partai, mereka justru dipertemukan dengan adanya gagasan yang sama soal pemilu proporsional terbuka.

“Pemilu itu harus dihadapi dengan logika, akal sehat dan bisa diwujudkan kalau kita berorientasi pada gagasan dan program,” ungkapnya.

Sebelumnya, dalam pernyataan sikap 8 parpol, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto meminta KPU agar tetap menjalankan tahapan Pemilu 2024 sesuai yang telah disepakati bersama dan tertuang dalam regulasi yang sudah diterbitkan.

"KPU tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan," katanya di Darmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu, 8 Januari.

Airlangga menegaskan mereka sepakat menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi.

"Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita," tutur Airlangga.

Sementara, sistem pemilu proporsional terbuka menurut mereka ada perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik.

"Sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 yang sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum kita dan tidak sejalan dengan asas ne bis in idem," urai Airlangga.