Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur Papua Lukas Enembe tak hanya menerima suap. Dia diduga turut menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah dari sejumlah pihak.

"Diduga tersangka LE juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Januari.

Alexander menerangkan uang tersebut masih ditelisik penyidik. Hanya saja, pemberian ditujukan untuk mempengaruhi keputusan Lukas.

"Saat ini KPK sedang mengembangkan lebih lanjut," tegasnya.

Sementara terkait penerimaan suap, Alexander menyebut Lukas menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka. Setelah penerimaan uang, perusahaan farmasi tersebut mendapat proyek.

Ada tiga proyek yang diperoleh perusahaan Rijantono. Rinciannya proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai Rp14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi senilai Rp13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai Rp12,9 miliar.

Proyek itu diperoleh setelah Rijantono menyanggupi kesepakatan untuk memberikan persentase fee proyek hingga 14 persen dari nilai kontrak.

"Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka RL diduga menyerahkan uang pada tersangka LE dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," jelas Alexander.

Akibat perbuatannya, Rijantono kini ditahan di Rutan KPK Cabang gedung Merah Putih KPK. Sementara Lukas Enembe, hingga saat ini belum ditahan karena sempat beralasan sakit saat akan diperiksa.

Sebagai penyuap, Rijanto disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Lukas sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.