JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur Papua Lukas Enembe bertemu dan menerima uang dari pihak swasta yang ikut lelang proyek. Salah satunya, Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijantono Lakka yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
"Untuk bisa mendapatkan berbagai proyek, tersangka RL diduga melakukan komunikasi, pertemuan hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan dilaksanakan sehingga harapannya bisa dimenangkan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Januari.
Rijatono mengikuti lelang proyek mulai dari 2019 hingga 2021. Untuk memuluskan keinginannya, Rijanto, dijelaskan Alexander tak hanya bertemu Lukas tapi juga beberapa pejabat di Provinsi Papua.
KPK menyebut Rijantono akhirnya mendapatkan tiga proyek di Papua dengan nilai total Rp41 miliar. Padahal, perusahaannya tadinya bergerak di bidang farmasi.
Rinciannya, proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai Rp14,8 miliar; proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi senilai Rp13,3 miliar; dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai Rp12,9 miliar.
Proyek itu diperoleh setelah Rijantono menyanggupi kesepakatan untuk memberikan persentase fee proyek hingga 14 persen dari nilai kontrak.
"Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, tersangka RL diduga menyerahkan uang pada tersangka LE dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," tegas Alexander.
Selain dari Rijantono, KPK menduga Lukas juga menerima gratifikasi. Alexander menyebut dugaan ini sedang didalami penyidik saat ini.
"Diduga tersangka LE juga diduga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini KPK sedang kembangkan," ujarnya.
Rijantono kini ditahan di Rutan KPK Cabang gedung Merah Putih KPK. Sementara Lukas Enembe, hingga saat ini belum ditahan karena sempat beralasan sakit saat akan diperiksa.
Sebagai penyuap, Rijanto disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Lukas sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.