Bagikan:

YOGYAKARTA - Bergulir wacana sistem pemilu proporsional terbuka akan diubah menjadi sistem proporsional tertutup. Wacana ini menimbulkan pelanggaran di perpolitikan Indonesia mendekati Pemilu 2024. 

Polemik tersebut bermula dari gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Para pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan pasal tersebut inkonstitusional. Dengan begitu sistem pemilu di Indonesia dapat diubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Suara badan legislatif sendiri terbagi dalam wacana pemilihan sistem pemilu. PDIP menjadi satu-satunya pihak yang berkeinginan keras memilih pelaksanaan sistem tertutup yang proporsional. Namun fraksi dominan parlemen menginginkan tetap dijalankannya sistem pemilu proporsional terbuka. 

Lalu apa perbedaan sistem pemilu terbuka proporsional dengan proporsional tertutup, dan bagaimana sistem kerjanya?

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Pemerintahan Indonesia sudah menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka sejak Pemilu 1999 dan 2004. Sistem proporsional terbuka adalah sistem yang memberikan hak kepada pemilih untuk memilih langsung calon anggota legislatif yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.

Sistem pemilihan umum proporsional terbuka digunakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ketentuan dan aturan mengenai legislasi pemilu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168 Ayat (2). 

Penerapan sistem pemilu proporsional terbuka membuat masyarakat bisa secara langsung melihat nama atau foto kandidat dan logo parpol saat proses pengambilan suara atau pencalonan. Kertas suara yang sudah dicoblos oleh pemilih kemudian dimasukkan ke dalam kotak suara untuk dilakukan penghitungan. Kandidat yang mendapat suara terbanyak akan diangkat menjadi anggota legislatif DPR dan DPRD terpilih.

Sistem Proporsional Tertutup

Sistem pemilihan umum proporsional tertutup adalah pemilihan calon legislatif terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya. Namun hasil ditentukan berdasarkan perolehan suara dari partai politik. Jadi pemilih tidak langsung memilih caleg, melainkan parpolnya. 

Berbeda dengan proporsional terbuka, surat suara sistem proporsional tertutup hanya menampilkan logo parpol tanpa rincian nama caleg. Penilaian calegnya dilakukan oleh partai terpilih dan nama-namanya disusun berdasarkan nomor urut.

Calon legislatif yang dipilih berdasarkan nomor urutnya. Misalnya parpol mendapat dua kursi, maka caleg yang diangkat adalah nomor urut 1 dan 2. Sistem pemilu ini pernah diterapkan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999. 

Perdebatan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup

Wacana sistem pemilu ini menjadi polemik di perpolitikan tanah air. PDIP yang menjadi fraksi terbesar mendorong pelaksanaan pemilu dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, mengatakan sistem proporsional terbuka membawa dampak liberalisasi politik.

"Bagaimana liberalisasi politik mendorong partai-partai menjadi partai elektoral dan kemudian menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya politik oligarki, kemudian persaingan bebas dengan segala cara,” ucap Hasto dalam Konferensi pers online, Jumat (30/12/2022).

Pihak PDIP menilai sistem proporsional tertutup dapat menciptakan proses kaderisasi secara lebih baik di parpol internal. Langkah ini menurutnya juga bisa meminimalisasi kecurangan pemilu dan menekan biaya pemilu. 

Wacana sistem pemilu proporsional tertutup mendapat protes dari berbagai fraksi dan pihak. Willy Aditya, Ketua DPP Nasdem, mengatakan sistem pemilu proporsional terbuka justru menjadi bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. 

"Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa ikut mewarnai proses politik dalam tubuh partai," kata Willy.

Sementara itu Dr Oce Madril, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintah (Pusahn), mengatakan bahwa proporsional terbuka dan proporsional tertutup memiliki kelebihan dan kekurangannya. 

Dr Oce menilai bahwa proporsional terbuka memiliki dampak negatif yang lebih banyak, seperti memicu politik uang saat pemilu. Namun ia mengatakan bahwa proporsional tertutup masih menyisakan masalah demokrasi di tingkat partai, khususnya yang berkaitan dengan rekrutmen politik.

Demikian penjelasan mengenai sistem pemilu terbuka proporsional dan proporsional tertutup serta cara kerjanya. Sampai saat ini, sistem pemilu di Indonesia menerapkan proporsional terbuka. Konstitusi sebenarnya tidak mengatur mengenai sistem Pemilu apa yang harus diterapkan. Namun penerapan masing-masing sistem perlu pertimbangan dan langkah yang matang. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.