JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas putusan sidang kasus korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Kejagung menilai lima terdakwa dalam kasus ini dihukum lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sehingga tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.
“Atas putusan majelis hakim tersebut, penuntut umum melakukan upaya hukum banding, karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Kamis 5 Januari.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman kepada lima terdakwa kasus korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah atau CPO lebih rendah dari tuntutan JPU Kejagung. Pasalnya dalam persidangan, kerugian negara tidak terbukti.
Adapun putusan terhadap lima terdakwa yaitu Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana divonis tiga tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis 1,5 tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Terdakwa Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Kemudian, terdakwa Lin Chie Wei alias Weibinanto Halimdjati, mantan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Ketut menila, upaya banding yang dilakukan lantaran tidak terpenuhinya rasa keadilan. Dia bilang, masyarakat merasakan dampak cukup besar, hingga pemerintah mengeluarkan anggaran triliunan rupiah untuk bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng guna membantu masyarakat terdampak.
“Terutama kerugian yang diderita masyarakat yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara,” kata Ketut.
BACA JUGA:
Kejagung turun tangan menangani kasus korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan turunannya yang terjadi pada periode Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Adanya kelangkaan minyak goreng, di saat Indonesia sebagai produsen CPO terbesar, menjadi catatan khusus kejaksaan untuk mengusut kasus tersebut. Selain itu, kasus ini juga melibatkan banyaknya masyarakat yang terdampak.
Pelanggaran yang dilakukan, pengusaha tidak memenuhi kewajibannya untuk mencukupi kebutuhan CPO dalam negeri sebesar 20 persen. Karena harga minyak goreng di luar negeri tinggi, pengusaha mencari keuntungan dengan melakukan ekspor besar-besaran, atau melebihi kuota yang dibolehkan.
Berdasarkan laporan Antara, penyidik Kejagung tidak hanya mencari kerugian negara yang ditimbulkan, tetapi juga kerugian perekonomian negara, di mana pemerintah menganggarkan sekitar Rp18 triliun untuk BLT minyak goreng.
Dalam kasus ini, penyidik sempat memeriksa mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, namun yang bersangkutan tidak dihadirkan di persidangan sebagai saksi.