Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD santai menanggapi kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil usai dirinya menyebut Tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Dia menyindir dan mempertanyakan mereka yang mengkritisi pernyataannya.

"Kan saya mengutip laporan Komnas HAM. Laporan resmi Komnas HAM Tragedi Kanjuruhan memang ada indikasi tindak pidana tetapi bukan pelanggaran HAM Berat. Apakah masyarakat sipil tidak tahu laporan Komnas HAM tersebut? Terlalu," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 4 Januari.

Mahfud bahkan menyindir koalisi itu sering keliru. Mereka dianggap tak paham perbedaan pelanggaran HAM berat dan kejahatan berat.

"Pelanggaran HAM berat itu hanya bisa ditetapkan oleh Komnas HAM. Lah, Komnas HAM sendiri bilang Tragedi Kanjuruhan itu bukan pelanggaran HAM berat," tegas eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Mahfud bahkan mencontohkan, masyarakat sipil pernah menyebut penganiayaan oleh sekelompok orang hingga pembunuhan sebagai pelanggaran HAM berat. Hal ini terjadi pada 2019 lalu, saat dirinya menyebut di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak pernah ada pelanggaran HAM berat.

"Hahaha, rupanya mereka tak paham term yuridis bahwa pelanggaran HAM berat itu beda dengan kejahatan berat," ujarnya.

Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi pernyataan Mahfud MD yang mengatakan Tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran berat. Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menilai pernyataan yang disampaikan Menko Polhukam bisa menyesatkan.

"Koalisi menilai pernyataan yang disampaikan oleh Menko Polhukam tersebut tidaklah berdasar dan menyesatkan, sebab Kemenkopolhukam tidak memiliki wewenang untuk menyatakan suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak," kata Fatia lewat keterangan tertulis, Selasa, 3 Januari.

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari sejumlah lembaga mulai dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya pos Malang (LBH Malang), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru Foundation, dan IM57+.

Sebagai informasi, Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober lalu. Ada 135 pendukung Arema FC atau Aremania yang tewas setelah polisi menembakkan gas air mata usai wasit meniup peluit tanda pertandingan Arema FC melawan Persebaya selesai.

Saat itu, tembakan ini justru menimbulkan kepanikan. Selain korban tewas, kejadian ini juga membuat ratusan Aremania mengalami luka-luka.