Bagikan:

JAKARTA - Partai Demokrat mengkritik langkah Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja. Pasalnya, UU Cipta Kerja telah dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi.

"Oleh MK, UU Ciptaker ini telah dinyatakan cacat formil. Harusnya diperbaiki, bukan malah diterabas dengan mengeluarkan Perppu karena merasa punya hak dan kuasa untuk itu," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, Sabtu, 31 Desember.

Lebih lanjut, Jansen menjelaskan, pertimbangan Putusan MK di halaman 412 angka 3.19, telah secara tegas menyatakan UU Cipta Kerja Cacat Formil. Di mana proses pembentukannya tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945.

Di halaman 413 sampai dengan 414 angka 3.20.1; 3.20.2, 3.20.3, 3.20.4, dan Amar Putusan halaman 416 sampai dengan 417 angka 3 dan 5: MK menegaskan kembali UU Ciptaker ini inkonstitusional secara bersyarat.

"Untuk itu MK memberi kesempatan 2 tahun kepada pembentuk UU untuk memperbaikinya. Jika itu tidak dilakukan, UU Ciptaker ini akan inkonstitusional secara permanen dan aturan lama yg telah dicabut berlaku kembali agar tidak terjadi kekosongan hukum," jelas Jansen.

Jansen mengatakan, putusan MK No 91/PUU-XVIII/2022 terkait UU Ciptaker ini dikeluarkan 3 November 2021. Dimana jatuh tempo masa perbaikannya hingga November 2023.

Apabila memiliki 'niat baik', kata Jansen, seharusnya pemerintah membawa kembali UU ini ke DPR untuk dibahas dan diperbaiki. Sebab, waktu perbaikannya juga begitu lama.

"Bukan malah tiba-tiba hari ini mengeluarkan Perppu," tegas Jansen.

Selain itu, tambah Jansen, dalam Amar Putusan MK angka 7 halaman 417 telah dengan secara tegas dinyatakan: “agar menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yg bersifat strategis dan berdampak luas”. Artinya, kata dia, seharusnya solusinya bukan presiden mengeluarkan Perppu.

"Namun dibahas dan diperbaiki kembali 'dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih maksimal dan bermakna' sebagaimana kata-kata dalam putusan MK itu sendiri," katanya.

Menurut Jansen, tindakan pemerintah dengan mengeluarkan Perppu telah nyata-nyata 'mengangkangi' dan tidak sesuai dengan putusan MK yang harusnya dipatuhi.

"Jika pemerintah sendiri tidak mematuhi putusan hukum bagaimana rakyat diminta untuk patuh? Ini bukan contoh yang baik dalam bernegara," ketusnya.

Oleh karena itu, Jansen mengusulkan agar dalam masa sidang berikutnya, DPR harus menolak Perppu ini dan patuh pada putusan MK untuk diperbaiki.

"Kami Partai Demokrat, sebagai Partai yang sejak awal di DPR menolak UU Ciptaker/Omnibus Law, menolak Perppu yang dikeluarkan presiden," pungkas Jansen.

Diketahui, Presiden Jokowi telah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat, 30 Desember, kemarin. Alasan menerbitkan Perppu tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum di tengah kondisi ekonomi global yang harus dihadapi secara lebih hati-hati.

“Kita tahu, kita ini kelihatannya normal, tetapi diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastian global,” kata Jokowi.

Jika tidak ada kepastian hukum terkait UU Cipta Kerja, menurut Jokowi, maka hal itu bisa mengacaukan iklim investasi. Di mana saat ini banyak negara tengah meminta bantuan ke IMF.

“Saya sudah berkali-kali menyampaikan, berapa negara yang menjadi pasiennya IMF (Dana Moneter Internasional), 14 (negara), yang 28 antre di depan pintunya IMF untuk juga menjadi pasien,” kata Jokowi.

Jokowi menilai, saat ini dunia sedang tidak baik-baik saja lantaran masih diliputi dengan berbagai ketidakpastian. Oleh karena itu, pemerintah mencoba mengantisipasi hal tersebut melalui Perppu Cipta Kerja untuk memberi kepastian hukum kepada para investor dalam dan luar negeri.

“Ini sebetulnya dunia ini tidak sedang baik-baik saja. Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan Perppu,” jelas Jokowi.