Bagikan:

JAKARTA - Kepala BNPB Suharyanto memberi catatan penting kepada masyarakat yang ingin merayakan malam Tahun Baru 2023 ketika Indonesia kini dihadapkan pada potensi cuaca ekstrem.

Suharyanto tidak melarang masyarakat untuk liburan dan merayakan pergantian tahun di tempat wisata. Namun, ia menekankan agar warga mesti menyesuaikan perjalanan wisata dengan kondisi cuaca.

"Boleh saja wisata, boleh saja berlibur. Tapi, lihat cuaca, ya. Lihat kondisi, jangan maksa," kata Suharyanto di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 27 Desember.

Suharyanto berkaca pada kejadian gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat pada 21 November lalu. Tak hanya merusak puluhan ribu rumah, gempa yang terjadi sekitar 7 detik tersebut juga mengakibatkan tanah longsor dan menimbun puluhan orang.

Atas dasar itu, Suharyanto mengimbau masyarakat untuk menghindari dataran rendah jika tengah berada pada kawasan lembah.

"Kalau berada di tempat rendah, mari ke tempat ketinggian. Termasuk yang tinggal di lembah-lembah, terus hujan berturut-turut, ya tinggalkan rumahnya. Sementara mengungsi ke tetangganya yang kebetulan mempunyai tempat atau rumah yang ridak berada di bawah tebing," urai Suharyanto.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini mengenai potensi hujan dengan intensitas signifikan selama periode tanggal 25 Desember 2022 hingga 1 Januari 2023 di beberapa wilayah Indonesia.

Potensi hujan lebat hingga sangat lebat di wilayah terjadi di Banten, Jawa Barat Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

Adapun wilayah yang berpotensi mengalami hujan sedang hingga lebat yakni Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Peningkatan curah hujan selama periode Natal dan Tahun Baru 2023 diakibatkan sejumlah dinamika atmosfer.

Di antaranya, peningkatan aktifitas Monsun Asia yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan.

Selain itu, terdapat juga peningkatan intensitas seruakan dingin Asia yang dapat meningkatkan kecepatan angin permukaan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan, serta meningkatkan potensi awan hujan di sekitar Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara.

Dinamika atmosfer lainnya yaitu adanya indikasi pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia yang dapat memicu peningkatan pertumbuhan awan konvektif yang cukup masif dan berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi, peningkatan kecepatan angin permukaan, serta peningkatan tinggi gelombang di sekitarnya.

Serta, terpantaunya beberapa aktifitas gelombang atmosfer, yaitu fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yang terbentuk bersamaan dengan gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial, kondisi tersebut berkontribusi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia terutama di bagian tengah dan timur.