BMKG Deteksi Satu Fenomena Tambahan, Bikin Cuaca Ekstrem Makin Intens Awal Tahun 2023
Ilustrasi. Potensi hujan muncul seiring munculnya pusaran angin di tepian Sungai Kapuas, Kalimantan Barat (Kalbar) pada Jumat 20 November 2020. (Antara-Jessica HW)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bakal ada satu fenomena tambahan yang membuat potensi cuaca ekstrem semakin intens terjadi di wilayah Indonesia hingga awal tahun 2023.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi dalam sepekan sejak tanggal 21 Desember hingga 1 Januari 2023.

Dalam kurun waktu tersebut, terdeteksi minimal ada 4 fenomena di atmosfer, atau fenomena menuju ke ekstrem yang terjadi bersamaan, saling menguatkan.

“Untuk itu, kami sampaikan peringatan dini yang pertama tanggal 21 Desember yang lalu potensi cuaca ekstrem selama periode Natal Tahun Baru,” ujar Dwikorita saat konferensi pers secara virtual, Selasa, 27 Desember.

Pada hari ini, Dwikorita mengatakan BMKG telah mengevaluasi dan ternyata prediksi atau perkiraan tersebut konsisten atau sesuai dengan kejadian yang ada.

"Bahkan sejak kemarin kami mendeteksi ada penambahan satu fenomena baru lagi yang tentunya dapat berpengaruh pada dinamika cuaca yang ada di Indonesia," ujarnya.

“Maka perlu kami update dinamika atmosfer pada saat ini berdasarkan analisis terkini, kondisi dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah dalam sepekan ke depan,” sambung Dwikorita.

Dwikorita menjelaskan, mulai 27 Desember hingga 2 Januari, kondisi dinamika atmosfer dapat memicu peningkatan curah hujan.

Dia menuturkan, intensitasnya semakin menguat, yaitu Monsun Asia yang beberapa hari terakhir dengan potensi adanya seruakan udara dingin yang berasal dari dataran tinggi Tibet di Asia.

“Juga fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif. Karena tadi ada tiga fenomena Monsun Asia, Seruak udara dingin, fenomena aliran lintas ekuator yang dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara lebih intensif di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan selatan,” jelasnya.

Dwikorita mengatakan, seruakan udara dingin Asia merupakan fenomena yang lazim terjadi saat monsun Asia aktif. Di mana mengindikasikan potensi aliran massa baru dingin dari wilayah Asia menuju ke wilayah Selatan.

“Dampak dari munculnya seruakan dingin tersebut meningkatkan potensi curah hujan di wilayah barat Indonesia apabila disertai dengan fenomena Cross-Equatorial Northerly Surge atau arus lintas ekuatorial," katanya.

"Juga disertai dengan arus lintas ekuatorial yang mengindikasikan bahwa adanya aliran massa udara dingin dari utara yang masuk ke wilayah Indonesia melintasi ekuator,” tambah Dwikorita.

Dwikorita menambahkan, dampak adanya seruakan dingin atau suhu ruangan udara dingin dari Asia yang disertai arus lintas ekuatorial dapat berdampak secara tidak langsung pada peningkatan curah hujan.

“Ini yang sangat penting kecepatan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator. Sesuai prediksi tanggal 21 Desember yang lalu kecepatan angin yang tinggi ini sudah terjadi dapat mencapai lebih dari 40 knot itu sudah terjadi dan masih dapat terus terjadi,” pungkasnya.