Dokumen 5 Moge Harley-Davidson yang Rombongannya Terlibat Pengeroyokan TNI Dipastikan Polisi Bodong
Moge yang diamankan polisi (ANTARA)

Bagikan:

PADANG - Polda Sumatera Barat menyebut lima motor gede (moge) rombongan Harley Owner Grup (HOG) Siliwangi Bandung Chapter Indonesia memiliki dokumen palsu alias bodong. Motor ini diamankan terkait kasus pengeroyokan anggota TNI beberapa waktu lalu.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar AKBP Joko Sadono mengatakan motor ini diduga diimpor secara ilegal atau masuk ke Indonesia tanpa melalui proses resmi.

Dia menjelaskan ada enam unit kendaraan yang lengkap dan sesuai dengan data Elektronic Registrasi Regident (ERI). Kemudian satu unit kendaraan tidak dilengkapi surat-surat atau masih dalam pengurusan di Samsat Polda Jabar.

Setelah itu 12 unit kendaraan masih dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh Ditreskrimsus Polda Sumbar. Sementara itu lima unit yang bodong dibuatkan laporan polisi LL/445/XII/2020/Spkt-Sbr tertanggal 4 Desember 2020 dengan perkara tindak pidana tidak memiliki dokumen kendaraan yang sah yang diduga impor secara ilegal.

Menurut Joko dikutip Antara, Selasa, 22 Desember, pasal yang disangkakan pasal 263 KUHP sehubungan LP/418/XI/2020/Spkt pada (9/11) dengan pelapor Ishar dan pasal 103 UU Nomor 17 2006 tentang Kepabeanan sehubungan LP/445/XII/2020/Spkt-Sbr tertanggal 4 Desember dengan pelapor Yudi Prasetyo.

Terhadap enam unit motor gede yang memiliki dokumen lengkap sesuai ERI dikembalikan kepada pemilik. Kemudian untuk lima unit kendaraan yang tidak memiliki surat-surat atau bodong dilimpahkan ke Ditjen Bea dan Cukai.

Untuk satu unit motor yang melanggar UU Lalu Lintas karena motor tidak dilengkapi surat-surat saat mengendarai akan dilimpahkan ke Ditlantas Polda Sumbar.

Setelah itu 12 motor lainnya masih diperiksa lebih lanjut oleh Ditreskrimsus Polda Sumbar

Para pelaku diancam pidana maksimal enam tahun pidana kurungan untuk pasal 263 KUHP dan untuk pasal 103 UU Nomor 17 2006 tentang kepabeanan pidana kurungan maksimal delapan tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.