JAKARTA - Ahli Psikolog Klinis Dewasa, Liza Marielly Djaprie menyebut terdakwa Bharada Richard Eliezer mengalami kecemasan yang luar biasa usai insiden penembakan Brigadir J terjadi.
Keterangan itu disampaikan saat Liza menerangkan perjumpaan pertama dengan Bharada E pada 15 Juli. Dalam pertemuan itu, kondisi eks ajudan Ferdy Sambo menampilkan kecemasan yang besar.
"Pada saat pertama kali bertemu itu memang kondisinya masih sangat, menurut pengamatan psikologi klinis yang dilakukan, kondisi masih sangat cemas," ujar Liza dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 26 Desember.
Kecemasan itu sangat terlihat dari gerak tubuhnya. Bahkan, disebutkan bila dampak insiden itu, Bharada E hingga tak berani menatap mata lawan bicaranya.
"Dia banyak sekali mainin tangan, kemudian menjaga tidak ada kontak mata, setelah itu suaranya volumenya pelan sekali," ungkapnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, kecemasan pada diri Bharada E milai hilang. Terutama saat didampingi oleh LPSK.
Menurut Liza, sosok Bharada E menjadi lebih tenang. Kemudian, sudah bisa berbicara sesuai apa yang dialami dan dirasakannya.
"Seiring dengan pertemuan-pertemuan berikutnya, apalagi setelah Richard didampingi oleh LPSK, itu dia kondisi jauh lebih tenang, kemudian lebih bisa kontak mata, lebih santai, lebih bisa tektokkannya tuh lebih enak," kata Liza.
BACA JUGA:
Bharada E menembak seniornya, Brigadir J, dengan senjata api jenis Glock-17 di rumah dinas kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
Penembakan itu disebut atas perintah eks Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Bahkan, motif di balik perintah penembakan itu karena Ferdy Sambo tak terima Brigadir J telah memperkosa istrinya, Putri Candrawathi.
Dalam kasus ini juga ada empat terdakwa lainnya. Mereka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Mereka semua didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.