JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sinyal akan melakukan perombakan Kabinet Indonesia Maju saat merespons hasil survei Charta Politika yang menyatakan 61 persen responden setuju ada reshuffle kabinet.
Kemungkinan kocok ulang kabinet tersebut lantas menimbulkan spekulasi, reshuffle kali ini untuk mendepak menteri dari Partai NasDem. Pasalnya, dalam survei tercatat mayoritas publik puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Pengamat politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Jamiluddin Ritonga, menilai ada dua persoalan terkait sinyal reshuffle kabinet yang disampaikan Jokowi. Pertama, masyarakat biasanya setuju ada reshuffle jika kinerja kabinet rendah.
"Indikasi itu akan terlihat dari ketidakpuasan masyarakat pada kinerja kabinet. Namun indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politika. Hasil surveinya justru 72,9 persen responden menyatakan puas terhadap Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin," ujar Jamiluddin kepada wartawan, Senin, 26 Desember.
Karena itu, Jamiluddin menilai aneh jika masyarakat setuju ada reshuffle kabinet, sementara di satu sisi mereka puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Menurutnya, data hasil survei tersebut justru terkesan tidak konsisten.
"Sangat tidak logis melakukan reshuffle kabinet bila mengacu pada hasil survei tersebut. Sebab, hasil survei itu tidak cukup memadai dijadikan dasar mereshuffle kabinet," jelasnya.
Kedua, lanjut Jamiluddin, reshuffle kabinet biasanya dilakukan saat kinerja para menteri di pemerintahan dinilai rendah. Selain itu, kepercayaan publik yang menurun akibat kisruh politik di internal pemerintahan.
Namun, kata Jamil, kedua alasan itu tidak nampak pada kabinet yang sedang berjalan saat ini.
"Dua penyebab itu tidak terlihat pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Justru hasil survei menyatakan responden puas terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf," katanya.
Sejauh ini, menurut Jamiluddin, stabilitas politik nasional terbilang terkendali karena tidak ada kekisruhan di pemerintahan. Karenanya, kata dia, tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet.
Jamiluddin mengatakan, jika reshuflle kabinet bertujuan untuk mendepak menteri dari Partai NasDem maka bisa saja eskalasi suhu politik akan meningkat. Sebab, kata Jamil, partai besutan Surya Paloh itu merupakan partai yang berkomitmen dan konsisten mendukung Jokowi di dua periode.
NasDem yang merasa berkeringat menjadikan Jokowi menjadi presiden juga akan gerah karena di depak dari kabinet tanpa dasar yang jelas.
"Bahkan bisa saja Jokowi akan dinilai sosok yang lupa kacang akan kulitnya. Tudingan seperti itu tentu tidak mengenakan bagi sosok yang masih mengedepankan etika politik," kata Jamil.
Apabila Jokowi akan mendepak menteri dari kabinet, khususnya dari NasDem, Jamiluddin mengingatkan presiden harus punya dasar yang rasional. Bukan karena persoalan NasDem telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres 2024.
"Hal itu tentu tidak mudah. Semoga Jokowi tidak ceroboh dan mengedepankan politik pragmatis, karena itu akan menjauhkan Jokowi dari sosok negarawan," pungkas Jamil.