Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Sulawesi Selatan (lLBH Apik Sulsel) melansir jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2022 yang ditangani 54 kasus atau turun dibandingkan tahun lalu yang mencapai lebih dari 100 kasus.

"Pengaduan kasus yang dialami perempuan dan anak yang masuk di LBH APIK Makassar pada tahun 2022 mencapai 54 kasus, Dari jumlah tersebut kasus dominan yang ditangani LBH Apik Makassar adalah kasus pengajuan perceraian," kata Manajer Program LBH Apik Makassar Ema Rahmayanti Hatta, mengutip Antara, Sabtu.

Dia mengatakan, untuk rincian kasusnya, pengajuan kasus perceraian sebanyak 21, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tercatat 8 kasus, kasus kekerasan seksual 14 kasus, anak berhadapan dengan hukum 3 kasus, dan 7 kasus kekerasan dialami perempuan di luar rumah tangga.

Menurut dia, dibanding tahun 2021, pengaduan yang diterima LBH Apik Makassar mengalami penurunan, tahun lalu LBH Apik menerima lebih dari 100 pengaduan.

Ema meyakini bahwa adanya pengaduan kasus itu, karena kerja kerja advokasi mulai diterima secara sadar oleh masyarakat, begitupun dengan kolaborasi pemerintah dan LSM sudah berjalan dengan baik.

Meski demikian, Ema berharap perempuan yang mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangga maupun kekerasan seksual untuk berani melaporkan kasus tersebut ke lembaga bantuan hukum, tidak mendiamkan seakan akan melegalkan kekerasan yang dialami.

Hal senada dikemukakan pemerhati masalah perempuan dan anak, Dr. Hadawiah Hatita yang juga adalah Direktur Eksekutif LaPISMedik Makassar.

Dia mengatakan, munculnya berbagai kasus kekerasan pada perempuan dan anak itu salah satunya dipicu karena adanya komunikasi yang disharmonis, sehingga menjadi pemicu ketidaksepahaman antara kedua belah pihak.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan pada perempuan dan anak, maka perlu membangun hubungan dengan komunikasi yang harmonis, sehingga dapat mengeliminasi ketidaksepahaman satu sama lain.