Bagikan:

SAMARINDA - Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sepanjang 2021 tergolong tinggi karena mencapai 450 kasus.

"Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), dari tahun ke tahun kasusnya cenderung menurun tapi masih tinggi," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noryani Sorayalita di Jakarta, Antara, Kamis, 31 Maret. 

Kehadiran Noryani Sorayalita di Jakarta dalam rangka mengikuti Rapat Kerja Evaluasi Program Perlindungan Perempuan 2022 yang digelar Hotel Grand Alia Prapatan.

Dalam rilisnya ia menyampaikan pada 2019 terjadi 633 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pada 2020 turun menjadi 626 kasus, dan 2021 kembali turun menjadi 450 kasus kekerasan.

Dari 2020 ke 2021 terjadi penurunan sebanyak 176 kasus. Penurunan kasus ini mengindikasikan adanya keberhasilan program perlindungan perempuan yang telah dilaksanakan oleh dinas terkait baik pada tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.

Meski mengalami penurunan kasus, program perlindungan terhadap perempuan tetap perlu dilaksanakan, mengingat semakin beragamnya kasus kekerasan terhadap perempuan seiring kemajuan teknologi, seperti Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).

Persoalan perlindungan perempuan dan anak, lanjutnya, telah lama menjadi isu nasional yang memerlukan penanganan serius dari semua pihak, karena masih tingginya kejadian tersebut.

Sementara itu, program perlindungan perempuan yang selama ini telah dilaksanakan juga perlu dikaji kembali, tujuannya adalah agar dapat dioptimalkan program perlindungannya.

"Semua pihak juga perlu fokus pada peningkatan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, termasuk merumuskan kebijakan untuk meningkatkan kualitas layanan bagi korban, guna mewujudkan perlindungan yang lebih efektif dan tepat sasaran," katanya.