Bagikan:

JAKARTA - Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana untuk merombak sistem imigrasi Prancis, dengan memberlakukan hukuman penjara yang lebih lama bagi penyelundup manusia dan pencari suaka ilegal.

Langkah untuk menangani imigrasi ilegal dilakukan saat negara tersebut sedang berjuang untuk menangani prosedur suaka yang panjang, yang mengakibatkan beberapa migran menetap, memiliki anak dan tetap tinggal bahkan ketika klaim mereka akhirnya ditolak.

Angka terbaru mengungkapkan Prancis menolak 72 persen penggugat, tetapi hanya sekitar 12 persen yang dikeluarkan dengan perintah pengusiran yang benar-benar pergi.

Proses banding hukum negara yang panjang, penundaan prosedural dan kurangnya sumber daya negara, dipandang sebagai alasan rendahnya tingkat pengusiran.

Di bawah undang-undang baru yang diumumkan minggu ini, hukuman maksimum bagi penyelundup manusia akan dinaikkan dari 10 menjadi 20 tahun dan perusahaan yang mempekerjakan imigran gelap dapat menghadapi denda 4.000 euro, dilansir dari The National News 23 Desember.

Sementara, pencari suaka yang ingin mendapatkan tempat tinggal juga harus mengikuti tes bahasa Prancis dan setuju untuk menjunjung tinggi nilai-nilai bangsa, seperti kebebasan berekspresi, menurut The Times.

presiden macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Wikimedia Commons/Kremlin.ru)

Rancangan undang-undang imigrasi yang baru akan dibahas secara formal di parlemen awal tahun depan.

Itu terjadi hanya empat tahun setelah undang-undang 2018 dengan tujuan serupa disahkan selama masa jabatan pertama Presiden Macron, yang juga bertujuan untuk meredakan panas dari masalah politik yang meledak.

"Ini tentang integrasi yang lebih baik dan pengusiran yang lebih baik," kata Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin kepada radio France Info.

"Kami menginginkan orang-orang yang bekerja, bukan mereka yang merampok," sambungnya.

Presiden Macron dan Menteri Darmanin telah mengaitkan imigrasi dengan kenakalan, keduanya mengatakan sekitar setengah dari kejahatan kecil yang dilakukan di Paris dilakukan oleh orang asing.

Presiden Macron mengajukan undang-undang baru sebagai cara untuk mengatasi kebangkitan kekuatan politik sayap kanan National Rally, yang pada bulan Juni menjadi partai oposisi terbesar di parlemen.

"Kami membutuhkan kebijakan yang tegas dan manusiawi serta sejalan dengan nilai-nilai kami," ujarnya.

"Itu adalah penangkal terbaik untuk hal-hal ekstrem yang memicu kecemasan," sambungnya.

Seperti banyak negara Eropa, Prancis berjuang membujuk negara-negara di Afrika Utara dan Barat untuk menerima kembali warganya setelah mereka terkena perintah pengusiran.

Rancangan undang-undang baru akan mengurangi jumlah kemungkinan banding bagi pencari suaka yang gagal dari 12 menjadi tiga, secara teori mempercepat prosedur pengusiran.

Itu juga akan menghapus perlindungan bagi orang asing yang tiba di Prancis sebagai anak-anak, sehingga lebih mudah untuk mengusir mereka jika mereka dihukum karena kejahatan, tindakan yang dirancang untuk mengatasi kenakalan remaja.

Diketahui, Prancis telah mengesahkan 29 undang-undang berbeda tentang imigrasi sejak tahun 1980.