Taliban Tempatkan Kendaraan Bersenjata di Depan Kampus, Profesor Afghanistan: Semua Siswi Saya akan Lulus
Ilustrasi siswi Afghanistan. (Wikimedia Commons/USAID)

Bagikan:

JAKARTA - Keputusan Taliban untuk melarang semua wanita dari universitas di Afghanistan tanpa batas waktu mungkin mengejutkan beberapa orang di sektor pendidikan tinggi, tetapi yang lain telah mempersiapkan momen itu selama berminggu-minggu.

Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke semua universitas negeri dan swasta, Penjabat Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Maulvi Nida Mohammad Nadimsaid menginstruksikan institusi untuk menjalankan perintah tersebut, mengatakan larangan itu akan berlanjut sampai "pemberitahuan lebih lanjut".

Kendaraan bersenjata dilaporkan ditempatkan di luar banyak universitas di Kabul dan kota-kota besar lainnya di Afghanistan, untuk memberlakukan larangan tersebut, melansir The National News 21 Desember.

Sementara di universitas provinsi lainnya, wanita dipulangkan sambil menangis oleh Taliban dan pejabat universitas.

"Di dalam hati kami, kami tahu ini akan terjadi, tetapi sangat memalukan dan menyakitkan cara mereka melarang kami dari kampus kami," kata salah satu siswi kepada The National sambil menahan air mata.

Protes sporadis juga dilaporkan terjadi di beberapa provinsi. Sementara banyak profesor turun ke media sosial untuk mengumumkan pengunduran diri mereka sebagai protes, di provinsi tenggara Nangarhar, sebuah ruang kelas yang penuh dengan siswa laki-laki di salah satu universitas dilaporkan keluar dari ruang ujian sebagai solidaritas dengan teman sekelas perempuan mereka yang ditolak masuk untuk ujian.

Sementara itu, seorang profesor universitas telah bekerja mati-matian untuk memastikan mahasiswinya mendapatkan gelar mereka sebelum pelarangan diumumkan.

"Hampir sebulan yang lalu, saya merasakan hal ini saat berinteraksi dengan orang lain di universitas. Mahasiswa saya mayoritas perempuan, dan kami sudah semester akhir, jadi saya dorong mereka untuk mengumpulkan tugas dan tugas akhir kalau-kalau terjadi seperti ini," ujar akademisi yang meminta hanya disebut Prof Ahmadi ini untuk melindungi identitasnya.

Dia kemudian menyisihkan semua pekerjaannya untuk menilai makalah dalam semalam dan mendorong koreksi dilakukan.

"Saya khawatir mereka tidak akan lulus, jadi saya mendorong jurusan saya dan memberitahu semua departemen lain untuk mendorong tugas mereka, termasuk tugas akhir mereka," tandasnya.

Prof Ahmadi juga menyarankan siswa laki-laki untuk mengizinkan teman sekelas perempuan mereka, untuk mempresentasikan makalahnya di depan mereka, sebuah isyarat yang membantu banyak siswa menyelesaikan tugas mereka.

"Semua siswi saya akan lulus meski ada larangan," katanya, meski prospek karir mereka di bawah Taliban sangat dibatasi.

Tapi, tidak semua mahasiswa bisa mengambil manfaat dari aksi-aksi seperti Prof Ahmadi.

"Saya tidak percaya ini terjadi. Saya berada di semester terakhir dan kami memiliki ujian yang dijadwalkan dalam beberapa minggu mendatang. Sekarang saya tidak yakin apa pun di masa depan saya," lirih Maryam, seorang siswa yang tidak mau menyebutkan nama lengkapnya.

Diketahui, ada kekhawatiran bahwa larangan tersebut akan segera meluas ke profesor perempuan.

"Taliban menghadapi tekanan dari aktor internal yang menentang pendidikan, jika mereka tidak melawannya, tidak hanya anak perempuan kami akan tetap keluar dari universitas, tetapi juga dosen perempuan tidak akan diizinkan masuk," risau Prof Ahmadi.