JAKARTA - Peru menetapkan Duta Besar Meksiko di Lima berstatus 'persona non grata' dan memerintahkannya untuk meninggalkan negara itu, dalam pengumuman yang dilakukan oleh menteri luar negeri pada Hari Selasa, peningkatan ketegangan terbaru kedua negara, setelah penggulingan Presiden Pedro Castillo.
Keputusan pengusiran yang tiba-tiba, tindakan keras dalam diplomasi, hanya memberi waktu bagi utusan tersebut 3x24 jam untuk keluar dari Peru, melansir Reuters 21 Desember.
Keputusan Pemerintah Peru diambil beberapa jam setelah diplomat top Meksiko mengumumkan negaranya telah memberikan suaka kepada keluarga Castillo, yang menghadapi tuduhan pemberontakan dari balik jeruji besi setelah mencoba apa yang oleh para kritikus disebut sebagai kudeta pada 7 Desember.
Kementerian Luar Negeri Peru mengunggah di media sosial bahwa pengusiran Duta Besar Meksiko Pablo Monroy disebabkan oleh "pernyataan berulang dari otoritas tertinggi negara itu mengenai situasi politik di Peru," referensi terselubung untuk dukungan yang diberikan Presiden Meksiko kepada Castillo yang sesama berhaluan kiri, sejak pemakzulannya oleh anggota Parlemen dan kemudian ditahan.
Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard dalam unggahannya di Twitter Selasa malam, mengecam pengusiran Monroy, mencemoohnya sebagai "tidak dapat dibenarkan dan tercela."
Me informa Pablo Monroy Embajador en Lima que el Gobierno de Perú le ha fijado 72 hrs para salir del país. Encuentro esa decisión infundada y reprobable. La conducta de nuestro embajador ha estado apegada a derecho y al principio de no intervención.México no variará su posición.
— Marcelo Ebrard C. (@m_ebrard) December 21, 2022
Berbicara pada konferensi pers pada hari sebelumnya, Menlu Ebrard, mengatakan pemerintah sedang menegosiasikan perjalanan yang aman bagi keluarga Castillo, yang berada di dalam Kedutaan Besar Meksiko di Lima.
Sementara itu, Ana Cecilia Gervasi, menteri luar negeri Peru, mengumumkan pada Hari Selasa bahwa perjalanan yang aman untuk istri Castillo dan dua anak pasangan itu telah disetujui secara resmi.
Pekan lalu, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador dengan tajam mengkritik pencopotan Castillo sebagai tidak demokratis, menekankan bahwa dia terus mengakui Castillo sebagai pemimpin sah Peru.
Baik pejabat Meksiko maupun Peru tidak memberikan batas waktu kapan Lilia Paredes, istri Castillo, atau anak-anak mereka, akan melakukan perjalanan ke Meksiko.
Terpisah, Pemerintah Meksiko, bersama Argentina, Bolivia dan Kolombia yang dipimpin sayap kiri, mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan Castillo sebagai korban "pelecehan tidak demokratis" pada pekan lalu.
Beberapa hari kemudian, Pemerintahan Presiden Dina Boluarte yang berusia seminggu, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden Castillo, memanggil duta besar Peru untuk berkonsultasi tentang apa yang dia cemooh sebagai campur tangan yang tidak dapat diterima dalam urusan dalam negeri negara itu.
Juga pada Hari Selasa, pengadilan Peru membatalkan permintaan dari jaksa penuntut untuk melarang Paredes meninggalkan negara itu. Dia sedang diselidiki atas dugaan keterlibatan dalam jaringan pencucian uang yang juga dapat melibatkan Castillo.
"Meksiko melindungi para koruptor," kata legislator oposisi Peru Maria del Carmen Alva kepada wartawan, Selasa.
Diketahui, tak lama setelah usahanya membubarkan Kongres, Castillo sendiri mencoba melarikan diri ke Kedutaan Besar Meksiko, tetapi ditahan oleh polisi sebelum dia tiba.
Sementara, Presiden Lopez Obrador sering mengatakan pemerintahnya memprioritaskan non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain, tetapi dia telah menyimpang dari prinsip itu ketika menyangkut sekutu ideologis di Amerika Latin.