JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku belum menyelesaikan surat tuntutan lima orang terdakwa kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) dan turunannya di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Hari ini kami dijadwalkan membacakan tuntutan. Namun, karena ada beberapa hal yang perlu kami pertimbangkan yang sangat penting dalam tuntutan, sampai hari ini belum bisa kami bacakan, kami mohon majelis memberikan waktu kepada kami," kata JPU Kejagung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 21 Desember.
Kelima orang terdakwa tersebut adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; penasihat kebijakan atau analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) sekaligus Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, Palulian Tumanggor.
Selanjutnya, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Atas pernyataan jaksa tersebut, ketua majelis hakim Liliek Prisbawono Adi pun memberikan waktu 1 hari lagi.
"Karena tuntutan belum siap, saya beri waktu untuk besok pada tanggal 22 Desember 2022 pukul 14.00 WIB. Saya keluarkan penetapan kepada saudara penuntut umum untuk membacakan tuntutan karena ini sudah sangat mepet sekali waktunya, penahanan terdakwa akan berakhir pada tanggal 9 Januari 2023," kata Liliek, dikutip dari Antara.
Menurut Liliek, majelis harus memutus 7 hari sebelum penahanan berakhir.
"Untuk berjaga-jaga kalau nanti ada upaya hukum dan segala macam," tambah hakim Liliek.
"Terima kasih majelis hakim kami akan jalankan ketetapan majelis hakim," kata jaksa.
Dalam perkara ini perbuatan kelimanya diduga memperkaya sejumlah korporasi yakni pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp1.693.219.882.064,00.
Kedua, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas totalnya Rp626.630.516.604,00.
BACA JUGA:
Ketiga, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri totalnya Rp124.418.318.216,00.
Dengan demikian, total kerugian keuangan negara seluruhnya sejumlah Rp6.047.645.700.000,00 sebagaimana Laporan Hasil Audit BPKP Nomor: PE.03/SR – 511/ D5/01/2022 Tanggal 18 Juli 2022.
Kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO.
Dengan tidak disalurkannya DM), negara harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan.
Namun, perbuatan kelima terdakwa juga telah memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO sehingga menyebabkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp12.312.053.298.925,00.
Atas perbuatannya para terdakwa terancam pidana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.