Bagikan:

JAKARTA - Fenomena munculnya kerajaan-kerajaan fiktif yang mengklaim memiliki kekuasaan dan kekayaan terus bermunculan. Namun, tak ada satu pun di antaranya yang terbukti dan justru terjerat tindak pidana.

Petinggi kerajaan-kerajaan fiktif itu pun akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Pasal penyebaran berita bohong hingga penipuan yang disangkakan kepada mereka. Sebab, tak dipungkiri banyak masyarakat yang terpengaruh dan menjadi korban dari aksi para tersangka.

Banyaknya jumlah korban dari atas kemunculan kerajaan fiktif sempat menjadi pertanyaan. Akhirnya, polisi menyampaikan jika modus yang digunakan dengan iming-iming jabatan hingga ketenangan.

Namun, ada alasan lain di balik itu semua. Psikolog Klinis Kasandra Putranto, mengatakan, para tersangka sengaja memanfaatkan rasa kecintaan dan kerinduan masyarakat Indonesia terhadap budaya.

"Pelaku ini memanfaatkan psikologi korbannya yang rindu dengan kebudayaan," ucap Kasandra kapada VOI saat dihubungi, Minggu, 2 Februari.

Dari sisi itulah, para tersangka kemudian mengeksploitasi korbannya dengan terus menyampaikan cerita-cerita bohong soal kerajaan dan harta yang melimpah. Sehingga, masyarakat yang sangat cinta dengan kebudayan, mulai terpengaruh.

Kasandra menambahkan, secara perlahan, para korban pun mulai menaruh kepercayaan pada kerajaan tersebut. Dan di tingkat selanjutnya, korban pun mematuhi segala perintah dari petinggi-petinggi kerajaan.

"Karena mungkin, mereka (korban) dibangkitkan kecintaan dan kerinduan terhadap budaya dan itu dimanfaatkan dan dieskploitasi," ungkap Kasandra.

Untuk itu, dengan maraknya kemuculan kerajaan-kerajaan fiktif, diharapkan masyarakat lebih kritis, realistis, dan tak mudah percaya atas apa yang didengar dan terjadi di sekitarnya.

"Setiap orang punya kesadaran bahwa itu cuma masa lalu dan tidak bisa dibawa ke masa sekarang," kata Kasandra.

Senada, Sosiolog Bayu A. Yulianto menyebut, jika kerinduan dan kecintaan atas kerajaan memang merupakan salah satu faktor yang menyebankan jumlah korban begitu banyak. Akan tetapi, ia menegaskan, hal itu lantaran adanya perasaan kehilangan kepercayaan kepada negara atas semua permasalahan.

"Salah satunya ya memang adanya rasa kerinduan akan kejayaan masa lalu, dan ketidakhadiran negara dalam menjawab masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat," kata Bayu.

Memanfaatkan rasa cinta masyarakat pada budaya memang menjadi satu di antara faktor banyaknya pengikut kerajaan fiktif. Akan tetapi, faktor utama masyarakat dapat mempercayai dan mau terlibat lantaran dijanjikan perbaikan nasib oleh para pelaku.

"Dari sisi pengikut merasa tertarik karena ada janji perbaikan nasib. Sehingga terbuai secara psikologis," tegas Bayu.

Sekadar infomasi, ada sejumlah kerajaan fiktif yang belakangan terungkap. Di antaranya, Kerajaan Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah, Kerajaan Sunda Empire di Bandung, Jawa Barat, dan Kerajaan King Of The King di Tangerang dan Kutai Timur.

Dari keterangan polisi, jumlah pengikut kerajaan-kerajaan fiktif itu pun diperkirakan mencapai ratusan atau bahkan ribuan. Saat ini, polisi telah menetapkan petinggi kerajaan-kerajaan tersebut sebagai tersangka.