Warga Belum Bisa Huni Kampung Susun Bayam, F-PDIP DPRD DKI Sarankan Jakpro Tak Usah Kelola Operasional 
Kampung Susun Bayam di Tanjung Priok, Jakarta Utara/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyarankan agar PT Jakarta Propertindo (Jakpro) tak usah mengelola operasional Kampung Susun Bayam (KSB).

Warga Kampung Bayam yang tergusur akibat pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) masih belum juga bisa menghuni KSB lantaran Jakpro masih mengurusi proses administrasi kepemilikan lahan.

Ternyata, saat ini KSB yang dibangun Jakpro berada di atas lahan milik Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta. Kini Jakpro masih mengurusi pembuatan surat kepemilikan gedung dari Dispora DKI.

Menurut Gembong, kika administrasi telah selesai diurus dan warga bisa menghuni KSB dengan pengelolaan Jakpro, maka biaya sewa bulanan yang akan dipatok kepada penghuni akan cukup mahal. Sebab, Jakpro merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) DKI yang berorientasi mencari keuntungan.

"Kalau asetnya KSB diserahkan kepada Jakpro kemudian dikelola Jakpro, Jakpro kan bicara untung rugi, sehingga harga sewanya pasti akan lebih mahal. Itu sudah pasti karena dia bicara untung rugi," kata Gembong saat dihubungi, Senin, 19 Desember.

Karena itu, Gembong memandang lebih baik pengelolaan KSB tidak melibatkan Jakpro. Dispora DKI lebih baik memberikan aset lahan KSB ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta.

Hal ini dimaksudlan agar bisa mengelola KSB dengan biaya setara dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemprov DKI.

"Saya lebih cenderung kalau itu punya Dispora, Dispora menyerahkan pada Dinas Perumahan. Kalau itu diserahkan kepada Dinas Perumahan, Pemprov bisa mengelola itu dengan sewa yang murah, karena itu asetnya Pemprov," papar Gembong.

Sejak diresmikan pada pertengahan Oktober hingga sekarang, masalah utama yang menyebabkan warga calon penghuni belum bisa menempati Kampung Susun Bayam adalah tarif sewa bulanan.

PT Jakpro, yang membangun Kampung Susun Bayam, merasa harus mematok tarif tinggi karena BUMD milik Pemprov DKI ini harus menutup biaya operasional rumah susun itu. Namun, warga keberatan karena menganggap biaya sewa yang ditawarkan Jakpro terlalu besar.